“Tidaaak! Jangan sentuh rambut kacaku!”
Rupanya, Raja Fistulina ingin memotong rambut kaca Putri Dandelia ketika tidur. Sayang, rencana itu gagal.
Putri Dandelia mulai khawatir. Diam-diam, dia melarikan diri dari istana. Putri Dandelia berjalan dan terus berjalan. Di sepanjang jalan, orang-orang memberi hormat. Dari rambutnya yang berkilau, orang-orang langsung mengenalinya sebagai Putri Dandelia.
“Rambut Kakak bagus sekali!” Seorang anak kecil berdiri di hadapannya. Putri Dandelia tersenyum.
Tiba-tiba anak itu berlari. Tak lama kemudian, dia kembali membawa teman-temannya. Anak-anak itu mengelilingi Putri Dandelia sambil mengagumi rambutnya. Putri Dandelia tertegun. Mereka begitu kurus. Muka mereka pucat dan baju mereka robek di sana sini. Sepertinya mereka kelaparan.
Seorang anak memberanikan diri menyentuh rambut Putri Dandelia. Tanpa sadar air mata Putri Dandelia menitik. Hatinya tersentuh melihat penderitaan mereka.
“Kasihan...,” gumam Putri Dandelia. “Dengan rambut kacaku, aku bisa melakukan sesuatu untuk mereka!”
Cepat-cepat Putri Dandelia berdiri, lalu berlari, berlari, dan terus berlari.
“Ayah... Ayah... maafkan aku! Kupersembahkan rambut ini kepada rakyat Fistulina.” Putri Dandelia menyerahkan seikat rambut kaca. Dia telah memotong rambut kacanya menjadi sangat pendek, seperti anak laki-laki.
“Oh, Putriku! Engkau memang berhati emas!”
Raja Fistulina segera menjual rambut kaca itu kepada Permaisuri Merulius. Permaisuri Merulius membayarnya dengan sekantung uang emas.
Baca Juga: Dongeng Anak: Biri-Biri Putri Katum #MendongenguntukCerdas