Baca Juga: Dongeng Anak: Sarang Emas laba-Laba
Di pulau ini, hiduplah seorang remaja yatim piatu bernama Takatuliang. Ia hidup dengan kakek dan neneknya yang biasa ia panggil dengan sebutan Tuta dan Wawu. Tuta adalah pembuat alat musik tagonggong. Alat musik ini mirip gendang. Wawu sangat pandai melantunkan sasambo, puisi indah yang berisi nasihat-nasihat. Sejak kecil, Takatuliang sudah diajarkan bermain tagonggong dan melantunkan sasambo. Takatuliang bahkan pandai membuat tagonggong sendiri. Ketika mendengar berita sayembara dari Pulau Simbau, Takatuliang tertarik.
Ia ingin memberikan tagonggong buatannya sendiri untuk Sangiang Mapaele. “Kalau bertemu Sangiang dan Datu, aku punya satu permintaan,” cerita Takatuliang pada Tuta dan Wawu. Kakek dan nenek itu mendukung rencana Takatuliang. Pada hari yang ditentukan, ratusan warga pulau datang ke halaman istana, membawa hadiah. Para penari Gunde membantu memilihkan hadiah. Tampak hadiah dari Napong dan Maitung yang paling istimewa. Kini Sangiang tinggal memilih di antara kedua hadiah itu. "Sangiang, saya membawa hadiah seratus anggrek hitam," ucap Napong sombong, memamerkan karangan bunga seratus anggrek hitam. Sangiang malah mendelik kesal, "Rupanya kau putera pedagang anggrek hitam langka! Jangan lagi merusak lingkungan!” Oh, betapa terkejutnya Napong.
Baca Juga: Dongeng Anak: Bintang Langit dan Raksasa Merah
"Sangiang, aku membawa hadiah rumah-rumahan besar dari kayu hitam. Sangiang bisa minum teh di dalamnya!” ujar Maitung bangga.
Sangiang semakin marah. “Rupanya ayahmu yang sering merambah hutan kayu hitam! Kayu eboni langka hanya kau jadikan rumah-rumahan?”
Maitung sangat malu. Ia dan Napong lalu buru-buru pamit untuk pulang.
Opo Umboralage dan Datu Simbau jadi kebingungan. Kini Sangiang tak punya hadiah. Di saat itu, datanglah Takatuliang membawa sebuah tagonggong. Ia datang ke Pulau Simbau dengan berperahu. “Hamba Takatuliang, dari Pulau Kadio yang gersang,” ujarnya memperkenalkan diri. “Hamba membawa hadiah tagonggong, yang bunyinya sangat jernih, untuk mengiringi Sangiang menari Tari Gunde,” ujar Takatuliang lagi. Sangiang tertarik melihat tagongong itu. Takatuliang lalu membungkuk hormat dan menyampaikan satu permohonannya… “Apakah Sangiang bersedia menari Tari Gunde di pulau Kadio yang gersang? Hamba akan iringi dengan tagonggong ini dan lantunan sasambo.”
“Jika Sangiang menari dan memohon pada Tuhan, mudah-mudahan Pulau Kadio bisa menjadi subur seperti Pulau Simbau,” mohon Takatuliang.
Sangiang dan Datu terharu mendengar itu. “Aku dan teman-temanku akan menari Tari Gunde di pulau Kadio,” janji Sangiang Mapaele.
Baca Juga: Dongeng Anak: Sebuah Pesta Ulang Tahun
Datu dan Sangiang sepakat memilih Takatuliang pemenang sayembara itu. Walau hadiahnya sederhana, namun niat Takatuliang sangat tulus. Esok harinya, rombongan Datu Simbau tiba di Pulau Kadio. Datu merasa bersalah karena tidak memerhatikan pulau kecil yang gersang itu.