“Teng! Teng! Teng!” Peter terbangun mendengar lonceng gereja berdentang 12 kali. Setelah itu, ia tak bisa tidur lagi. Ia terus memikirkan dirinya yang telah dipecat dan begitu miskin.
Peter berdiri dari tempat tidur dan mengambil segelas air. Ia memandang keluar jendela. Astaga! Peter nyaris menumpahkan minumnya. Bulan malam itu berwarna biru! Betul-betul biru bulat indah.
Peter membuka jendela untuk bisa melihatnya lebih jelas. Namun, ups, sesuatu yang berkilau nyaris jatuh terlibas daun jendela yang dibuka Peter. Peter langsung mengulurkan tangan dan menangkap sesuatu itu.
Mata Peter membelalak kaget saat ia membuka genggaman tangannya. Di atas telapak tangannya kini berdiri peri kecil keemasan. Lengkap dengan sayapnya yang berkilau.
“Wah! Orang besar!” cetus peri itu kaget.
“Eemmh…,”Peter tak tahu harus bilang apa. Pasti ini mimpi, pikirnya dalam hati.
“Ini bukan mimpi. Setiap bulan berwarna biru, manusia bisa melihat bangsa peri. Tapi biasanya hanya anak kecil yang bisa melihat kami. Kalau ada orang besar yang bisa melihat kami, itu berarti hatinya amat baik!” celoteh peri kecil itu lagi. “Jadi, kamu mau minta apa?” tanya si peri sambil terbang mengelilingi kepala Peter.
“Mi… minta?” ulang Peter bingung.
“Ya, tadi kamu telah menolongku supaya tidak jatuh. Untuk membalasnya, aku harus mengabulkan tiga permintaanmu,” jelas si peri. “Kamu bisa minta apa saja!” tegasnya.
Peter berdehem takjub. Berbagai pikiran tentang harta benda memenuhi benaknya. Ia sudah bosan tinggal di apartemen sempit ini.
“Aku ing…,”
Uhuk! Uhuk! Uhuk!