Kue Pohul-pohul dari Sumatera Utara yang Wajib Dicoba

By Yomi Hanna, Selasa, 4 April 2017 | 09:08 WIB
Kue pohul-pohul, hidangan saat adat Batak marhusip. (Foto: resepterbaru.com) (Hanna Vivaldi)

 Ini terjadi demi mendapatkan kesepakatan yang matang dan sesuai dengan norma-norma adat-istiadat dalam masyarakat Batak.

Keadaan di dalam musyawarah marhusip ini disebut seperti "purpar pande dorpi jumadihon tu rapotna". Yang artinya seperti tukang kayu yang sedang mengerjakan dinding menimbulkan suara gaduh dan ribut untuk menghasilkan dinding papan yang kokoh, rapat dan kuat. (TM Sihombing - 1977).

Makna Pembuatan Kue Pohul-pohul

Makna pohul-pohul jika dihubungkan dengan adat ini ada dua.  Pertama adalah, seperti cara membuat pohul-pohul yang dikepal kuat-kuat sehingga membentuk kue yang tidak mudah hancur.

Ini menggambarkan bahwa perdebatan dan diskusi yang terjadi selama musyawarah marhusip tersebut adalah untuk menghasilkan keputusan yang kuat.

Makna yang kedua adalah pada bekas kelima jari dalam permukaan kue pohul-pohul menggambarkan dua hal. Yaitu jabatan tangan yang berarti tanda kesepakatan dan lima waktu penting dalam budaya Batak (hatihasilima)

Hatihasilima tersebut yaitu:

  1. Saat matahari terbit (poltak mata ni ari)
  2. Pagi hari (pangului)
  3. Tengah hari (hos ari)
  4. Jelang sore (giling ari)
  5. Matahari terbenam (bot ari)

Maksudnya adalah dalam ke lima waktu itu, pihak perempuan dan laki-laki yang akan menikah harus mengingat kesepakatan yang sudah dibuat dan selalu siap untuk saling membantu di dalam persiapan pernikahan.

Pohul-pohul di Masa Kini

Pada masa sekarang, kue pohul-pohul tidak hanya disajikan dalam adat marhusip saja. Kue ini juga banyak dibuat untuk sekadar camilan di rumah dan pesta perayaan berbagai macam acara.

Kalau berkungjung ke Sumatera Utara, jangan lupa untuk mencoba kue yang penuh makna ini ya!