Pengarang Kecil yang Kecewa

By Sylvana Toemon, Jumat, 18 Mei 2018 | 05:00 WIB
Pengarang Kecil yang Kecewa (Sylvana Toemon)

Biasanya anak-anak tidak suka jam pelajaran terakhir. Apalagi bila udara panas, perut mulai lapar, mata mengantuk, dan guru mengajar dengan membosankan atau pun marah-marah. Lengkaplah penderitaan murid, menurut istilah si Bambang.

Tapi hari ini tidak begitu. Jam pelajaran terakhir adalah Bahasa Indonesia. Pak Awang pandai menghidupkan suasana sehingga anak-anak bersemangat. Lagi pula jadwal hari ini mengarang. Dua minggu yang lalu anak-anak sudah menulis karangan bebas. Dan hari ini Pak Awang akan mengumumkan lima karya terbaik, lengkap dengan hadiahnya.

"Hadiah ini tidak mahal harganya.Tapi dimaksudkan untuk merangsang kalian supaya gemar menulis. Keterampilan menulis itu sangat perlu. Bila kelak kalian bekerja di perusahaan, kalian juga perlu keterampil menulis laporan. Bila kalian jadi ilmuwan, kalian juga perlu keterampilan menulis. Dan kalau kalian suka, siapa tahu kalian kelak jadi penulis ternama!" Demikian pernah dikatakan Pak Awang.

"Hebatya, Pak Awang. Bermodal untuk memberikan hadiah pada kita," komentar Santi.

Waktu istirahat kedua, anak-anakmempercakapkan soal pengumuman 5 karya terbaik.

"Paling-paling Lala yang dapat!" kata Santi.

"Belum tentu. Kata Pak Awang banyak anak di kelas kita yang semakin pintar menulis!" kata Lala.

Padahal, dalam hati Lala yakin bahwa ia akan tampil sebagai salah satu pemenang. Bukankah ia pernah menjadi juara pertama waktu sekolah mengadakan lomba mengarang dengan judul "Tanah Airku"? Lagi pula, karya Lala sudah dua kali dimuat di majalahanak-anak.

Begitulah, jam pelajaran terakhir tiba. Lima karya terbaik diperoleh.

Ganti dengan judul "Ketika Aku Berkunjung ke Panti Werdha"

Reno dengan judul "Membuat Sumur Resapan di Halaman Rumah"

Kekedengan judul "Senyum Tulus Anak Gelandangan"