Serunya Menyaksikan Festival Pacu Jalur Kuantan

By Yomi Hanna, Senin, 17 April 2017 | 23:52 WIB
Festival pacu jalur yang diadakan setiap tahun di Kuantan. (Foto: datariau.com) (Hanna Vivaldi)

Festival Pacu Jalur adalah perlombaan tradisional yang populer di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Kabupaten ini sering juga disebut dengan Rantau Kuantan. Di sanalah tempat perantauan orang-orang yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat.

Festival budaya kebanggaan

Festival Pacu Jalur tidak hanya sekadar perlombaan, tetapi merupakan budaya kebanggaan masyarakat Provinsi Riau, khususnya masyarakat Kuantan Singingi. Festival ini berupa kompetisi mendayung di sungai dengan menggunakan sebuah perahu panjang yang terbuat dari kayu pohon. Kata ‘jalur’ yang digunakan dalam bahasa setempat berarti ‘perahu’.

Asal-usul festival pacu jalur

Festival Pacu Jalur diadakan awalnya untuk memperingati hari-hari besar umat Islam dan diselenggarakan oleh desa-desa yang hanya berada di sepanjang Sungai Kuantan. Hari-hari besar tersebut seperti Maulid Nabi, Idulfitri,atau Tahun Baru Muharam (1 Sura).

Namun setelah Indonesia merdeka, festival pacu jalur Kuantan diselenggarakan juga untuk merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Festival ini biasanya dilaksanakan pada tanggal 23-26 Agustus setiap tahunnya di Pulau Sumatera.

Perlombaan dayung perahu

Perahu yang digunakan adalah perahu yang panjangnya sekitar 25 meter sampai 40 meter. Sangat panjang, bukan? Kegiatan ini sudah turun temurun dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Arena sungai yang dijadikan lintasan pelombaan adalah Sungai Kuantan yang melintang di Kota Taluk Kuantan.

Peserta perlombaan pacu jalur

Festival Pacu Jalur diikuti oleh beberapa tim yang beranggotakan laki-laki dengan usia 15 sampai 40 tahun. Jumlah pendayung perahu sekitar 50 sampai 60 orang, ini disesuaikan dengan panjang perahu yang digunakan. Semua tim yang menjadi peserta lomba akan bersaing untuk mendayung perahu masing-masing.

Anggota tim disebut ‘anak pacu’ dengan beberapa tugas masing-masing dan sebutannya, seperti ‘tukang kayu’, ‘tukang concang’ yang menjadi komandan atau pemberi aba-aba, dan ‘tukang pinggang’ yang menjadi juru mudi. Ada juga ‘tukang onjai’ yang bertugas memberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badannya, dan ‘tukang tari’ yang membantu ‘tukang onjai’ dalam memberi tekanan agar seimbang, agar perahu dapat berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama.

Ratusan perahu dan ribuan atlet