Misteri Perjalanan ke Kuil Lotus

By Vanda Parengkuan, Kamis, 26 April 2018 | 13:00 WIB
Denkai mendengar bunyi gelombang menghempas dinding kayu. Ternyata, kapal itu telah berlayar. (Vanda Parengkuan)

Dulu kala, hiduplah seorang pendeta muda yang suka berkelana. Namanya  Denkai. Ia berkelana ke seluruh pulau di Jepang dan tidur di mana saja. Tahun ini, ia ingin berziarah ke kuil Lotus di kota Nara, di dekat Kyoto. Sekaligus melihat Festival Cahaya yang biasa diadakan di kuil itu.

Festival Cahaya terkenal karena indah dan khusuk. Pada festival itu, biasanya para pendeta dan warga biasa akan berkeliling membawa obor di malam hari. Lagu-lagu indah juga terdengar didengungkan oleh para pendeta. Karena selalu bepergian, Denkai belum pernah melihat Festival Cahaya.  

Denkai yang masih muda dan kuat, memulai perjalanannya menuju ke Nara. Saat malam tiba, ia selalu mendapat penginapan dari warga setempat yang baik hati. Pagi harinya, ia pun melanjutkan perjalanannya. Untuk menuju ke Nara, ia melewati kota Nagano.

Suat sore, Denkai bingung mau menginap di mana. Di kejauhan, ia melihat sebuah bangunan di tengah lembah. Saat berjalan lebih dekat, barulah terlihat kalau bangunan itu adalah sebuah kuil. Ada tangga untuk menuju ke lantai atas.  Denkai gembira dan memutuskan untuk menginap di kuil itu. Ia pun meneruskan langkahnya. Namun, ia heran karena tidak melihat sekorang pun di sekitar tempat itu.

Saat tiba di gerbang kuil di kaki bukit, Denkai heran. Ternyata kuil itu sudah lama tidak ditinggalkan. Atapnya berlubang, kusen-kusen kayunya sudah reot, dan batu-batu di jalan setapak sudah penuh lumut. Rumput-rumput liar pun tumbuh tinggi di antara bebatuan.   

Denkai jadi ragu. Namun karena hari sudah malam, ia tetap memutuskan untuk menginap di situ. Setidaknya ia bisa meletakkan kepalanya. Ia pun menaiki tangga batu yang cukup tinggi, dan sampai ke ruang utama. Tempat itu kosong dan masih hangat sinar matahari.

Dari jendela di pojok, Denkai bisa melihat pemandangan di tepian daerah itu. Ia kembali bingung, mengapa kuil itu kosong. Tiba-tiba, angin dingin bertiup dari gunung. Denkai bergidik dan memakai jubahnya.

Ia melihat ke lembah dan melihat ada yang bergerak di sana. Tampak  ada cahaya terang di cakrawala dan bergerak turun ke arah kuil. Cahaya itu lalu pecah menjadi banyak cahaya kecil-kecil, dan ia bisa melihat ada rombongan yang menuju ke lembah.

Denkai semakin heran. Apakah itu para peziarah yang akan mengadakan upacara di kuil yang ia tempati itu? Dengan cahaya sebanyak itu, pasti mereka akan mengadakan perayaan besar. Denkai belum pernah mendengar berita tentang kuil yang punya upacara besar di daerah itu.

Anehnya lagi, cahaya itu bergerak cepat bagai melesat. Dari kaki bukit, tiba-tiba saja mereka sudah tiba di gerbang kuil. Lalu rombongan bercahaya itu menaiki tangga. Ajaibnya, tak terdengar langkah kaki, kecuali suara seperti bisikan-bisikan.

Denkai bersembunyi di sudut dan menahan napas. Seketika, pintu kuil terbuka. Ada rombongan yang masuk ke ruangan utama itu. Ternyata, mereka bukan manusia, bukan juga hewan. Mereka bertubuh manusia, tetapi berkepala hewan.

Denkai mengintip, melihat rupa makhluk-makhluk siluman itu dengan takjub. Ia sampai  lupa untuk takut. Siluman-siluman itu ada berbagai bentuk.  Ada yang berkepala kucing, ada yang bermata tiga, ada yang memiliki telinga besar di dada, ada yang tangannya panjang sampai ke lantai.