“Jurumudi, hari ini, jelek sekali caramu mengemudikan kapal!” teriak sebuah suara dari haluan. “Ini salahmu kalau kita terlambat tiba!”
Tak ada yang menjawab. Namun, tampak layar jadi lebih sering bergerak. Setelah beberapa saat kemudian, suara yang sama terdengar lagi dari dari haluan.
“Aku akan menghukum kalian semua, yang memegang kendali layar dan kemudi. Gerakan kalian terlalu malas! Kalau seperti ini, kita akan kalah perang!”
Akhirnya terdengar suara lain dari buritan,
“Bukan salah saya, Pak. Kapal ini terlalu berat dan miring ke kanan!”
Denkai mendengar percakapan itu dan menjadi tertarik. Ia lalu melihat ada melangkah ke sisi kanannya, di bawah perahu. Ia mendengar suara gerutuan dan pelan-pelan makhluk hitam berbaju tentara itu berdiri. Ia menunjuk ke Denkai di dalam perahu dan berkata,
“Ini ada penyusup! Dia yang bikin kapal ini menjadi berat. Dia bukan anggota kita!”
Denkai baru sadar kalau mereka adalah arwah-arwah tentara perang. Arwah-arwah itu terdiam. Namun komandannya berseru,
“Lagi-lagi ada penyusup dari dunia lain! Keluarkan dia! Dia tak boleh bikin kita terlambat. Turunkan dia di pulau Awaji, dan kita berangkat lagi karena sebentar lagi matahari terbit!”
“Baik,” kata jurumudi. “Tapi, kita tidak bisa membawa pendeta ini ke Awaji sebelum fajar. Kita tinggalkan saja dia di batu besar di sana. Dia akan aman karena laut tenang dan sudah tidak jauh dari pantai.”
Komandan setuju. Maka Denkai dibawa ke dekat batu besar itu. Sebelum Denkai tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja ia sudah berdiri di tanah. Kapal dan para ksatrianya seketika menghilang tanpa jejak.
Ketika Denkai sangat ketakutan di tengah kegelapan. Untunglah, mentari pagi mulai terbit. Tampak kabut tipis di sekelilingnya. Denkai baru tahu kalau ia berdiri di atas batu besar yang dikelilingi lautan. Laut itu sangat teduh tanpa ombak. Denkai duduk di batu itu dengan hati hati. Ia menatap kabut di sekelilingnya dan memikirkan pengalamannya semalam.
Kabut itu kini semakin tipis. Denkai sekarang bisa melihat daratan yang tak jauh dari batu itu. Ia melihat pohon-pohon di tepi pantai. Lalu tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bergerak dari arah pantai.
Ada seseorang yang menunjuk ke Denkai. Lalu tampak ada yang berbalik dan berdiri. Kabut pagi itu lalu ditiup angin. Kini Denkai bisa melihat kalau makhluk-makhluk itu ternyata para pendeta. Di pohon-pohon sakura, tersembul atap sebuah kuil.
Denkai melambai ke arah para pendeta dengan gembira. Mereka menjemput Denkai dan membawanya ke pantai. Setiba di pantai, Denkai baru tahu, kalau ia berada di danau yang menghubungkannya dengan kuil Naga Langit yang terletak di Kyoto. Denkai gembira karena ia sudah kembali ke tempat semula. Dengan begitu, ia akan tiba tepat waktu di kuil Lotus di kota Nara.
Dari pantai itu, Denkai melanjutkan perjalanannya. Kali ini, tak ada lagi siluman yang mengganggu sampai dia tiba di kuil Lotus.
(Dok. Majalah Bobo/Folklore)