Pahlawan Idola

By Sylvana Toemon, Selasa, 13 Maret 2018 | 05:00 WIB
Pahlawan idola (Sylvana Toemon)

Hari-hari berlalu dengan cepat, tapi Adit belum dapat ide juga tentang pahlawan idolanya. Adit berpikir keras sambil membuka buku-buku pelajaran di hadapannya. Tapi, hingga setumpuk buku dibukanya, ia belum juga mendapat ide. Akhirnya ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tiba-tiba dilihatnya foto-foto pahlawan nasional yang tertempel di tembok. Secercah senyum tercipta di wajahnya. Senyumnya semakin lebar setelah ia menemukan selendang putih.

"Akhirnya semua beres. Aku mau jadi Pangeran Diponegoro," pikir Adit.

Tahu-tahu telepon di ruang tengah berdering.

"Dit, aku tadi baru belajar sejarah. Tiba-tiba terpikir olehku untuk pakai kostum Pangeran Diponegoro," terdengar suara Romi dari seberang telepon.

"Yaaahhh..." Adit kecewa. Dia kembali bingung. "Jadi, aku pakai apa, dong?"

Dengan gelisah Adit membolakbalikkan badannya di atas tempat tidur. Hampir jam dua belas, tapi matanya belum bisa terpejam. Terbayang di otaknya Pak Anton yang akan menghukumnya kalau ia tidak pakai kostum apapun.

Tiba-tiba Adit tersenyum misterius. "Hmmm...lihat saja nanti," gumamnya.

Pagi itu Adit tidak sabar menunggu gilirannya untuk maju ke depan kelas. Ia sudah menyiapkan segala perlengkapan yang diperlukannya.

Satu per satu anak-anak memamerkan kostum mereka. Bayu tampil gagah dengan kostum Zorro lengkap dengan pedangnya. Anak-anak pun bersorak gembira ketika Rudi yang mengenakan kostum Robin Hood membagi-bagikan koin seratus rupiah.

"Lumayan, bisa dapat permen!" teriak Adit.

Tapi, Adit agak cemberut juga ketika melihat Romi dengan sorban di kepalanya dan bergaya seperti Pangeran Diponegoro.

"Baik, sekarang terakhir giliran Adit. Ayo, Dit, silakan maju!" panggil Pak Anton.