Pahlawan Idola

By Sylvana Toemon, Selasa, 13 Maret 2018 | 05:00 WIB
Pahlawan idola (Sylvana Toemon)

"Tunggu sebentar, Pak!" Adit pun mulai mengeluarkan perlengkapannya. Baju batik, kumis palsu, kacamata, spidol, cermin kecil, dan sebatang tongkat. Sambil menunduk di tempat duduknya, Adit mulai bercermin dan berdandan.

"Hei, Dit, jangan kelamaan dandan, dong! Kayak anak perempuan saja!" seru Rudi disambut tawa temantemannya.

Adit tidak peduli dan mulai menempelkan kumis palsu tipis di atas bibirnya, lalu memakai kacamata. Tak lupa pula dia menggambar titik di pelipis kanannya dengan spidol hitam. Anak-anak tak sabar melihat ulah Adit.

"Dit, kamu mau jadi apa, sih?" tanya Romi penasaran. Anak-anak mulai ribut menebak-nebak pahlawan idola yang akan diceritakan Adit.

Tiba-tiba anak-anak menjadi ribut ketika Adit memakai baju batik yang sama persis dengan yang dipakai Pak Anton, hanya ukurannya yang lebih kecil.

"Pak Anton kecil! Pak Anton kecil!" seru Rudi. Anak-anak tersenyum geli melihat gaya Adit.

Dengan bangga sambil memamerkan senyum nakalnya, Adit pun maju ke depan kelas. Sambil memegang tongkat, Adit berjalan mondar-mandir di depan kelas meniru gaya Pak Anton dan memulai ceritanya.

"Anak-anak, kalian sudah bercerita dengan bagus tentang pahlawan idola kalian yang hebat. Tapi pahlawan idola saya pun tak kalah hebatnya. Pahlawan idola saya adalah Pak Anton. Berkat Pak Anton, kita jadi pandai Bahasa Indonesia. Jadi, anak-anak, kita harus berterima kasih pada Pak Anton."

Anak-anak terpingkal-pingkal melihat Adit yang meniru Pak Anton.

Pak Anton ikut tertawa sambil berkomentar, "Wah, jadi sekarang ada dua Pak Anton yang akan mengajar bahasa Indonesia di kelas ini."

Tawa anak-anak pun semakin riuh.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Veronica Widyastuti