Misteri Rumah di Rawa Kappa

By Vanda Parengkuan, Minggu, 13 Mei 2018 | 13:00 WIB
Waktu saya tanya dia darimana, dia tertawa dan bilang rumahnya tak jauh. Ia selalu menghindari pertanyaan saya. (Vanda Parengkuan)

Saya melihat Tuan Shichiro menarik si Kappa ke beranda belakang. Dia mendorong Kappa sampai air di mangkuk di kepalanya tumpah. Tuan Shichiro lalu mengikat Kappa di tiang rumah. “Aku akan memberimu pelajaran!” teriaknya lagi lalu masuk ke dalam rumah.

Kappa itu terbaring dengan wajah pucat dan gemetar. Kelihatannya ia sangat ketakutan. Ia kehilangan kekuatannya waktu air di kepalanya tumpah. Saya sangat iba padanya walau tidak tahu harus bagaimana. Namun saya juga masih kesal padanya karena meledek saya sebagai penakut.

Kappa itu lalu berusaha  mengembalikan kekuatannya. Ia bergerak seperti hendak memanjangkan lehernya. Dan leher yang kurus itu memang tampak memanjang dan memanjang. Saya sangat terkejut. Sebelum saya sadar apa yang akan dilakukannya, kepala Kappa itu tenyata sudah masuk ke dalam ember yang sedang saya pegang.  

Saya berteriak ketakutan dan menjatuhkan ember berisi air yang saya ambil dari sumur tadi. Pada saat itu, Tuan Shichiro, majikan saya, keluar dari dalam rumah sambil memegang gagang sapu. Namun terlambat, kekuatan Kappa telah kembali karena mangkuk di kepalanya telah terisi air lagi. Ia langsung melompat ke dalam sungai dan menghilang.

Pak Shichiro sangat marah karena Kappa itu berhasil kabur. Dia ingin memukul si Kappa dengan gagang sapu, karena si Kappa telah membuat istrinya takut. Rupanya, tadi, Bu Shichiro bangun tidur dengan sangat kaget. Ia melihat si Kappa sedang berbaring di sebelah bayinya sambil memerhatikan si bayi. Itu sebabnya ia berteriak, karena takut si Kappa akan menyakiti anaknya.

Pak Shichiro berkata, si Kappa tak mungkin kembali lagi karena pasti dia takut dipukul. Namun untuk berjaga-jaga, Pak Shichiro membangun pagar di antara rumah dan sungai itu. Pak Shichiro berpesan pada saya, jika si Kappa datang lagi, saya harus melapor padanya.

Suaru sore, Kappa itu muncul di dekat sungai. Dia berteriak dari depan pagar uang dibuat oleh majikan saya. Dia marah panjang lebar.

 “Kamu sudah bikin saya malu dengan mengikat saya seperti pencuri. Saya datang untuk bertamu, sama seperti tamu-tamu kamu lainnya. Kita, kan, bertetangga. Kamu harusnya datang bertamu padaku juga, karena begitulah sopan santunnya. Karena akulah yang lebih dulu tinggal di sungai ini. Sebelum kamu pindah ke daerah ini, aku sudah di sini. Saya pikir kamu ingin tahu tentang saya, jadi saya datang dan melihat bagaimana keadaan rumahmu. Tapi, rupanya kamu tidak suka bertetangga dengan saya! Jadi, saya juga tak mau kamu tinggal di sini!”

Saya dan Bu Shichiro gemetar mendengar teriakannya. Namun Pak Shichiro tidak takut. Ia tertawa dan berkata, “Kalau kamu tidak suka pada keluargaku, pergi saja! Tinggalkan kami!”

Kappa itu menjawab dengan penuh dendam, ”Lihat saja nanti!”

Dia lalu masuk kembali ke dalam sungai.

Sejak itu, Kappa tak pernah muncul lagi di rumah majikan saya dan tidak muncul dari sungai itu lagi. Kami pun tidak takut lagi. Bu Shichiro juga tidak merasa dihantui lagi.