Murid-murid kelas V SD Angkasa Bandung masih ribut ketika bel masuk berbunyi. Masalahnya jam pertama adalah pelajaran matematika. PR-nya banyak sekali. Namun keributan mereka mereda ketika Ibu Kepala Sekolah masuk, dan bukan Pak Bandi, guru matematika mereka.
"Selamat pagi, anak-anak! Hari ini Ibu membawa seorang teman baru. Ferdinand, masuklah!" ujar Ibu Kepala Sekolah.
Serempak anak-anak menoleh ke arah pintu. Keheningan di kelas itu berubah gaduh lagi ketika Ferdinand, si murid baru, masuk. Anak itu berambut keriting, berkulit gelap, bertubuh kecil. Di bibirnya tersungging senyuman lucu.
“Eh, rambutnya keriting kayak mi goreng," bisik Tanto cekikikan.
"Wajahnya seperti Boim, temannya Lupus," celetukTomi. Anak-anak perempuan pun saling melirik, berbisik-bisik sambil tertawa kecil.
Ferdinand tetap tersenyum, mengangguk kepada teman-teman barunya, lalu menyapa, "Selamat pagi teman-teman."
Anak-anak tertawa lagi mendengar suaranya yang kecil dengan logat yang mereka anggap aneh.
"Anak-anak, Ferdinand ini berasal dari Flores. Ayahnya ditugaskan di kota Bandung ini, jadi ia harus ikut dan bersekolah di sini," Ibu Kepala Sekolah menjelaskan. "Nah, apa ada yang ingin kalian tanyakan pada Ferdinand?"
Setelah hening sebentar, Ita, sang ketua kelas mengacungkan jari,
"Ferdinand, kamu sekarang tinggal di mana?" tanya Ita.
"Di Perumahan Bandung Asri Jalan Cemara nomor tiga," jawab Ferdinand sambil tetap tersenyum. Berikutnya, Tanto mengacungkan jarinya,
"Ferdinand, kok, rambutmu bias keriting begitu? Habis kesetrum, ya?" serentak anak-anak tertawa mendengar pertanyaan itu.