Cat Kuku

By Sylvana Toemon, Rabu, 9 Mei 2018 | 02:00 WIB
Cat kuku (Sylvana Toemon)

Dengan gugup Rudi melihat ke atas meja saudara kembarnya itu. Ia sempat memejamkan mata sejenak dan terkejut saat melihat tangan yang ada di atas meja itu. Tangan Runi sangat bersih, tidak ada cat kuku yang menempel di kukunya. Semua kukunya terpotong pendek. Bahkan masih tercium aroma sabun pencuci tangan dari tangannya.

Runi mengedipkan sebelah matanya. Kedipan itu disambut dengan senyuman lebar Rudi. Setelah itu Rudi melanjutkan pemeriksaan dengan cepat. Hanya ada 1 orang temannya yang perlu memotong kuku.

Setiba di rumah, Rudi melihat Runi sedang melukis. Rudi heran karena Runi tidak suka melukis. Runi tidak berbakat melukis ataupun menggambar.

“Sedang  melukis apa?” tanya Rudi.

“Hmmm… Entahlah. Aku hanya mau menggunakan cat ini,” jawab Runi sambil menunjuk ke botol-botol kecil di sampingnya.

“Itu, kan, cat kuku,” kata Rudi heran.

“Iya, itu cat kuku. Kata dokter cilik tidak boleh memakai cat kuku ke sekolah. Jadi aku juga tidak mau memakainya di rumah. Sayang rasanya untuk membuangnya, jadi mau aku jadikan lukisan,” sahut Runi.

“Sini, biar aku saja yang melukis. Kamu yang jadi modelnya,” kata Rudi menawarkan diri.

“Nah, itu lebih baik,” tanggap Runi senang.

Rudi lebih berbakat melukis dibandingkan Runi. Rudi kemudian melanjutkan lukisan yang diawali Runi. Dalam lukisannya itu, Runi terlihat sedang tersenyum bersama sahabat-sahabatnya. Dari kejauhan, Bu Dini sangat senang melihat kedua anaknya itu rukun. Bu Dini tidak tahu kalau hari itu mereka awali dengan pertengkaran.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.