Kue Serabi Pembawa Berkah

By Sylvana Toemon, Kamis, 26 April 2018 | 04:00 WIB
Kue serabi pembawa berkah (Sylvana Toemon)

Di desa yang terletak jauh dari Kota Kaesong, tinggallah sepasang suami istri yang miskin. Mereka mempunyai anak laki-laki bernama Can Syek Bong. Can Syek Bong cerdas dan rajin membantu pekerjaan orang tuanya.

Suatu hari ayahnya jatuh. Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, ia berkata pada istrinya, "Aku hanya petani. Dan kau hanya penjual kue serabi. Tapi anak kita harus bisa menjadi orang pandai. Tingkat pendidikannya harus tinggi, setinggi-tingginya."

Istrinya berjanji akan mengusahakan hal itu. Maka meninggallah suaminya dengan tenang.

Pada waktu Can Syek Bong berusia sembilan tahun, ibunya berkata, "Nak, kini kau harus berusaha memenuhi keinginan ayahmu. Pergilah ke Kota Kaesong. Belajarlah di sana selama sepuluh tahun. Kau harus hafal seribu lukisan huruf dan hafal syair-syair yang terkenal. Kalau kau rajin, kau dapat menempuh ujian di Seoul. Belajarlah setinggi-tingginya sesuai pesan ayahmu."

Maka berangkatlah Can Syek Bong ke kota Kaesong. Ibunya tetap membuat dan menjual kue serabi. Tidak seorang pun di desa itu yang dapat menandingi kue serabinya, yang lembut, harum dan sedap. Pada malam hari, sang ibu sering merasa kesepian. Ia menangis karena merindukan anaknya. Betapa lama ia harus menunggu.

Pada suatu malam yang sepi, didengarnya langkah-langkah kaki mendekati pintu rumahnya. Ketika membuka pintu, tampaklah anaknya.

"Mengapa kau sudah kembali?" tanya ibunya tanpa tersenyum. "Apa kau sudah mempelajari semua yang harus dipelajari? Sudah siap menghadapi ujian?"

Can Syek Bong tertegun mendengar pertanyaan beruntun dari ibunya.

"Ibu, berpuluh kilometer sudah aku tempuh untuk kemari dengan berjalan kaki. Aku letih dan lapar, Bu," sahut anaknya itu.

Walau sudah rindu, ibunya tetap tidak menunjukkan rasa rindunya. Ia kembali bertanya, "Apa semua pelajaran dalam sepuluh tahun, bisa kau pelajari hanya dalam waktu lima tahun?"

"Aku sudah banyak belajar, Bu!" seru Can Syek Bong, "Aku hanya pulang lebih cepat dari yang Ibu tentukan."

"Masuklah dan akan kamu buktikan," kata ibunya.