Anak Mirip Datuk 2

By Sylvana Toemon, Selasa, 8 Mei 2018 | 10:00 WIB
Anak mirip Datuk 2 (Sylvana Toemon)

Datuk memang suka bercerita. Suatu malam, ia ingin bercerita tentang masa kecilnya yang bahagia. Datuk teringat masa kecilnya saat menemukan selembar fotonya waktu masih kecil. Datuk tidak jadi bercerita karena melihat Runi dan Rudi sibuk sendiri. Keesokan paginya, Datuk datang lagi. Namun, kedua anak itu masih saja sibuk. Hanya saja, kali ini mereka tidak sibuk sendiri-sendiri. Mereka berdua sedang melukis di kanvas yang sama.

“Datuk mau ikut melukis bersama kami?” tanya Rudi sambil menyodorkan kuas.

“Tentu saja Datuk mau,” jawab Datuk. Ia mengambil kuas dan meletakkan selembar foto yang dipegangnya di meja kecil.

“Ini siapa?” gumam Runi saat melihat foto yang baru saja diletakkan Datuk.

Rudi memandang selembar foto yang ditunjuk Runi. Di foto hitam putih itu, tergambar seorang anak yang sebaya dengan Runi dan Rudi. Kedua anak kembar itu sangat terkejut karena anak itu mirip sekali dengan anak yang menegur mereka dalam mimpi. Mereka berbisik-bisik membicarakan anak itu sementara Datuk melukis.

“Kok, kalian malah berhenti melukis? Katanya mau melukis bersama Datuk,” tegur Datuk.

“Datuk, ini siapa? Kami berdua sepertinya pernah bertemu dengan anak ini,” kata Rudi.

“Ha ha ha ha tentu saja kalian pernah bertemu. Ha ha ha,” tawa Datuk.

“Kami bertemu dengan anak ini dalam mimpi,” ucap Runi.

Mendengar apa yang dikatakan Runi, tawa Datuk makin meledak. Datuk terus saja tertawa terpingkal-pingkal. Tanpa sengaja tangan Datuk menyenggol tempat cat. Cat itu mengotori lukisan yang mereka buat bersama itu.

“Di alam nyata pun kalian pernah bertemu dengannya,” ujar Datuk dengan napas tersengal-sengal.

“Datuk, siapa anak itu?” tanya Runi.

“Anak itu adalah Datuk waktu kecil,” jawab Datuk pendek.

“Iya benar, kita juga pernah bertemu di alam nyata ha ha ha,” kata Rudi sambil tertawa.

Datuk, Runi, dan Rudi pun tertawa terbahak-bahak. Mereka tidak hanya pernah bertemu, mereka bahkan sangat sering bertemu. Mereka tinggal di rumah yang sama. Rudi dan Runi kemudian menceritakan mimpi aneh mereka.

“Apa, sih, yang diajarkan oleh anak itu dalam mimpi kalian?” tanya Datuk ingin tahu.

“Anak itu mengajarkan cara bermain game tentang lukisan. Lukisan itu bisa dibuat oleh 2 orang. Kami membuat lukisan yang indah sekali. Saat terbangun, kami ingin memainkan game itu, tapi ternyata game-nya tidak ada. Jadinya kami melukis bersama,” kata Rudi.

“Ooo… Begitu. Kalau yang itu sudah pasti bukan Datuk. Datuk tidak mengerti cara bermain menggunakan benda canggih ini. Bagaimana kalau kalian mengajarkan?” pinta Datuk.

“Wah, itu kebalikan dari mimpi kami. Ha ha  ha,” sahut Runi.

Rudi dan Runi bergantian mengajarkan Datuk menggunakan komputer tablet itu. Selain beberapa permainan, kedua bersaudara itu juga menunjukkan aplikasi lainnya.

“Ah, ternyata susah, ya,” ujar Datuk.

“Susah apanya? Mudah, kok,” sanggah Rudi.

“Memang mudah buat kalian karena kalian sudah mengenalnya sejak kecil. Waktu Datuk kecil, belum ada alat seperti ini. O ya, tadi malam sebenarnya Datuk mau bercerita tentang masa kecil Datuk waktu seumur kalian,” kata Datuk sambil mengambil foto dirinya.

“Ayo Datuk cerita,” pinta Runi.

“Bagaimana dengan lukisan kita?” tanya Datuk.

Datuk, Runi, dan Rudi langsung melihat ke arah lukisan yang mereka lukis bersama itu. Bentuknya bertambah kacau. Apalagi setelah terkena cat yang ditumpahkan Datuk.

“Bagaimana kalau Rudi saja yang melanjutkan melukisnya?” usul Runi.

“Setuju. Sementara itu, Datuk akan bercerita,” sambut Datuk.

“Horeee,” sorak Runi dan Rudi serempak.

Datuk bercerita tentang masa kecilnya. Sebagai anak tunggal, Datuk sering kesepian di rumah. Datuk sering bermain ke luar rumah saat sore hari. Ia bersama teman-temannya bermain di sawah dan sungai kecil dekat rumah. Datuk menutup ceritanya dengan mengajak Runi dan Rudi main ke kebun. Mereka bermain bersama dengan gembira walaupun tanpa alat permainan yang canggih.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.