Tujuh Belas Agustus

By Vanda Parengkuan, Kamis, 31 Agustus 2017 | 02:08 WIB
Tujuh Belas Agustus (Vanda Parengkuan)

"Maaf...Kek, boleh saya duduk di sini?" Katon bertanya gugup. Dalam hati ia marah, kenapa mesti gugup! Bukankah ia sudah mempersiapkan diri dari tadi!

"Mestinya kamu sekolah 'kan, Nak?"

"Tidak wajib, Kek. Cuma upacara bendera 17 Agustus-an! Saya sembunyi di sini biar nggak ketahuan Ibu dan Ayah membolos," jelas Katon. "Nggak apa-­apa 'kan, Kek, saya di sini?"

“Tidak apa-apa. Upacara bendera memberatkanmu, ya?"

"Kelas saya mewakili sekolah mengikuti upacara 17 Agustus di alun-alun, sih! Upacara di sekolah saja capek, apalagi di alun-alun bersama Pak Bupati! Pasti lebih lama. Nggaklah…" sungut Katon.

“Ooo..." Kakek Waris tersenyum. “Mari masuk ke dalam!"

“Saya di sini saja."

"Kakek mau nonton teve. Masuk saja kalau kau bosan di luar!"

Seperempat jam kemudian beranjak juga Katon masuk ke dalam rumah. Kakek Waris menyambut ramah, "Mari duduk di sini, Nak!"

Tetapi Katon lebih senang mengamati foto-foto tua yang tergantung di dinding. la mengenali Kakek Waris yang berfoto bersama teman-temannya. Walau itu foto hitam putih, Katon bisa menebak ikat kepala mereka berwarna merah putih.

Di antara foto-foto itu, ada sebuah foto seorang anak balita tersenyum lebar sambil melambaikan bendera. Tanpa mengalihkan perhatian dari foto itu, Katon bertanya, "Siapa ini?"

"Anak Kakek." Kakek Waris menoleh sekilas.