Belum selesai Ota menjawab, Luna sudah melompat masuk ke dalam kantor pos.
"Kaaakk! Tunggu, dong!" pekik Ota yang masih tetap saja tak terbiasa dengan kegesitan gerakan kakak satu-satunya itu.
***
"Giaaaan!" Luna berteriak lantang tepat saat Gian berdiri di bagian depan loket pengiriman surat.
Gian menoleh. Keningnya langsung berkerut. Seolah-olah dia merasa Luna salah memanggil. Sebab, anak sependiam Gian memang tak mungkin mengenal seorang kakak kelas di sekolahnya seperti Luna.
"Gian! Aku Luna, kakak kelasmu. Kamu enggak boleh lakukan itu! Kamu enggak boleh kirimkan surat perpisahan itu! Ayo! Kita bicarakan dulu semuanya!" seru Luna bertubi-tubi dengan panik dan cemas.
Gian semakin bingung.
"Gian, kamu enggak boleh putus asa. Orang tuamu pasti masih sayang padamu," Ota yang baru menyusul masuk langsung berceloteh dengan gaya sok dewasa, walaupun napasnya masih ngos-ngosan.
"Kita batalkan saja surat ini, ya!" tegas Luna sambil menyambar amplop cokelat yang tergeletak di meja loket. Namun Luna langsung tertegun.
Luna mengamati amplop cokelat itu, kemudian menggoyang-goyangkannya. "Ini... Kok... Surat ini tebal amat?"
"Ya tebal, dong! Namanya juga Novel. Mau kukirimkan ke penerbitan. Siapa tahu lolos. Kan sekarang anak kecil pun banyak yang sudah menerbitkan novel. Memang kenapa Kak aku enggak boleh ngirim novelku?
Memang Kak Luna tahu pasti, kalau novelku akan ditolak ya?" Gian menatap Luna dengan sepasang matanya yang bersinar-sinar cemas dan putus asa di balik kacamatanya yang tebal.
Ooh... Oooh... Luna sekarang baru mengerti. Dia cepat-cepat mengeluarkan secarik surat perpisahan di saku celananya dan menunjukkannya pada Gian.
"Jadi, ini... cuma bagian dari novel-mu?"
Gian kini malah terbelalak. "Ya ampun! Ternyata halamannya terlepas satu! Aku enggak sadar. Soalnya aku enggak mengeceknya lagi semalam! Untung tak jadi kukirim! Terima kasih ya, Kak!" Gian pun menatap Luna sambil tersenyum lebar penuh terima kasih.
Luna cuma bisa meringis sambil menggaruk-garuk kepala karena salah tingkah. Ota langsung menarik Luna merunduk dan berbisik kepadanya, "Makanya, Kak, jangan keburu napsu. Sekarang siapa hayo yang kebanyakan nonton tayangan kriminal?"
Luna cuma bisa merengut kesal.
Oleh: Alexandra L.Y.
Dok. Majalah Bobo