Lathia meraba kuncir kanan di rambutnya. “Kok enggak ada?” serunya.
Luna menyodorkan sebuah jepit rambut berbentuk bunga pada Lathia.
“Kamu habis menyusup ke sela-sela tanaman itu, ya?” selidik Luna. “Aku menemukan jepit rambut ini di semak-semak itu.”
Lathia kelihatan bingung. “Nggg, aku enggak menyusup ke situ.”
“Tapi, kamu pakai pisau ini untuk memetik bunga-bunga itu, kan?” tanya Kiria sambil menyodorkan sebuah pisau lipat berwarna pink. Ada inisial huruf L di pisau itu. Lathia menoleh pada Thalia, meminta dukungan. Thalia juga terlihat kebingungan untuk membela saudara kembarnya.
Semua anak terdiam, menunggu jawaban dari mulut Lathia.
“Benar, kamu yang melakukan ini, Lathia?” tanya Taras agak keras.
Tiba-tiba Thalia membuka mulut. “Lathia melakukannya bersamaku!” serunya. Taras meliriknya.
“Kami yang merusak sepeda Kak Taras juga!”
Kali ini Taras membelalakkan matanya kesal pada kedua sepupu kembarnya.
“Apa sih, maksud kalian? Memangnya aku salah apa, sampai kalian begitu tega ngerjain aku?” tanya Taras dengan marah.
Lathia dan Thalia menunduk menerima kemarahan Taras. Sampai akhirnya Thalia berkata lirih.
“Habis, Kak Taras pergi terus. Kami berlibur ke sini karena pengen main sama Kak Taras. Tapi, Kak Taras selalu pergi dengan sepeda itu. Makanya, kami rusak aja sepedanya.”
Taras kaget, sampai enggak mampu bicara apa-apa mendengar pengakuan Thalia.
“Lalu, kenapa kalian merusak kebun bunga ini?” tanya Kiria heran.
“Tunggu sebentar!” seru Lathia yang berlari masuk ke dalam rumah. Lathia kembali dengan seikat bunga di tangannya. “Kami enggak bermaksud merusak kebun ini. Kami cuma pengen membuatkan ini untuk mama Kak Taras. Tante Fira baik hati, mau menerima kami di sini,” jelas Lathia sambil menunjukkan seikat bunga.
Taras semakin tak berkutik. Dia benar-benar tak mengira, kedua sepupunya begitu memperhatikan dia dan mamanya. Ah, mestinya, dia mau sedikit lebih peduli pada mereka berdua. Taras mati kutu.
Oleh: Alexandra Y
Dok. Majalah Bobo