Baru saja beberapa langkah Datuk berjalan, datang seorang pria tua, kira-kira seumuran Datuk. Pria tua itu memperbaiki letak kacamatanya. Ia memandang Datuk lekat-lekat sebelum berteriak.
“Lihat siapa yang datang, teman lama kita!” teriaknya.
Teriakan itu mengundang banyak orang untuk datang melihat. Ada banyak yang sudah tua, ada juga yang masih muda. Orang-orang itu seperti sudah mengenal Datuk. Mereka mengerumuni Datuk dan menyalami tangannya. Teman-teman Datuk itu kemudian menyajikan teh hangat untuk Bu Dini, Runi, dan Rudi.
“Nah, sekarang kalian bisa tinggalkan Datuk di sini. Jangan lupa untuk menjemput 3 hari lagi, ya,” ujar Datuk.
Setelah bercakap-cakap, Bu Dini pun berpamitan. Runi dan Rudi melihat wajah Datuk sangat bahagia karena bertemu dengan teman-temannya. Perlahan mobil yang mereka tumpangi meninggalkan rumah yang ditinggali teman-teman Datuk itu. Saat melewati bagian depan pagarnya, Rudi sempat melihat papan bertuliskan “Panti Wreda”.
Runi dan Rudi ikut senang saat melihat wajah Datuk yang berbinar-binar. Esoknya mereka menceritakan hal itu kepada teman-teman mereka. Beberapa teman Runi dan Rudi mengenal Datuk sebagai pencerita yang menyenangkan.
“Apaaa? Panti wreda? Itu, kan, tempat tinggal orang tua yang tidak punya keluarga,” ujar Naura saat mendengar cerita Runi.
“Hah? Masa?” tanya Runi tak percaya.
“Kalian, kok, tega meninggalkan Datuk di sana? Padahal Datuk sangat baik pada kalian,” lanjut Naura lagi.
Apa yang Runi dan Rudi lihat kemarin bukan seperti orang-orang yang tidak punya keluarga. Orang-orang di rumah itu malah terlihat seperti keluarga besar yang rukun. Namun, tetap saja Runi dan Rudi memikirkan apa yang dikatakan Naura itu.
“Ma, apa bisa kita jemput Datuk sekarang?” pinta Runi.
“Lo, kenapa? Kan, belum 3 hari. Kamu kangen Datuk, ya?” tanya Bu Dini.