Satu Malam di Baduy

By Sylvana Toemon, Senin, 30 April 2018 | 13:00 WIB
Satu malam di Baduy (Sylvana Toemon)

“Shushushushushushush…” lagi-lagi angin berbisik di luar. Suaranya semakin mengerikan saja.

“Sssshhhh… washwishwoush… pssstkishushsuhsh…” Rico tercekat. Ia kenal suara itu. Suara bisik-bisik misterius. Mirip sekali dengan suara rekaman kaset yang ia pakai untuk menakut-nakuti Dito dan Satrio.

“Shhhhhaaaassshhh… Riiii…. Coooo…”

 Ah macam-macam saja! Masak sekarang suara angin itu seperti memanggil namanya. Seperti… seperti suara rekaman kaset itu memanggil Dito dan Satria…

Kelebatan bayang-bayang hitam tiba-tiba lewat di hadapan Rico. Seperti sosok seseorang memakai baju hitam-hitam, pakaian penduduk Baduy Luar!

“Diiii… Toooo… Saa… triii… aaa…” Deg! Dito dan Satria? Bagaimana mungkin angin memanggil-manggil nama Dito dan Satria, seperti rekaman kasetnya? Rico mulai menggigil ketakutan.

Tiba-tiba,

“Klik. Klik. Klik.” Suara Itu seperti suara tombol kamera digitalnya.  

“Klik. Klik. Klik.” Suara itu muncul dari ransel tempatnya menyimpan kamera digitalnya. Rico semakin gemetaran.

“Klik. Cekrek!” Tiba-tiba bayangan rumah Kokolot bermandikan cahaya blitz muncul di hadapan Rico. Begitu terang di tengah kegelapan malam. Meluncur mendekati Rico. Sosok-sosok berpakaian hitam-hitam muncul dari rumah itu. Mengulurkan tangan-tangan putih mereka.

“Riiiii… coooo…” deru angina membisikkan namanya begitu keras terngiang.

“Aaaaarrghh!!” tak tahan Rico menjerit juga.

“Rico! Rico!” Ayah Rico membangunkan Rico. Rico tersentak. Terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Wajah cemas ayahnya tampak diterangi sinar dari handphone. Rico langsung memeluk tubuh hangat ayahnya. Ia tersedu-sedu. Kepala Rico sampai terasa pusing, jemarinya kaku, pucat, dan dingin sekali. Ternyata ketakutan itu sama sekali bukan perasaan yang menyenangkan.

Teringat oleh Rico, wajah Dito dan Satria yang pucat dan penuh air mata saat ia membuka pintu kamar mandi. Dia malah menertawakan mereka, bukannya menenangkan mereka, seperti yang dilakukan ayahnya saat ini. Sejak saat itu Rico tidak pernah menakut-nakuti teman-temannya lagi.

Soal foto rumah Kokolot? Entah bagaimana, Rico tidak pernah berhasil menemukan satu foto itu di antara kumpulan foto-foto Baduy Luar-nya.     

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.