Anggrek Hitam

By Sylvana Toemon, Minggu, 8 April 2018 | 13:00 WIB
Anggrek hitam (Sylvana Toemon)

“Hei, anggrek hitam!” teriak Ota sambil menunjuk beberapa pot tanaman yang sedang disiram Bu Nanet. Ada lima pot anggrek hitam di situ. Kelima tanaman itu sedang mekar bunganya.

“Iya, ini anggrek hitam. Kamu suka anggrek?” tanya Bu Nanet. Ota tidak menjawab. Dia malah mengajukan pertanyaan lain. “Di mana ibu membelinya?”

“Waktu ke Balikpapan mengantar para turis,” jelas Bu Nanet.

“Kebetulan, kami punya program wisata ke sana. Sekalian saja, beli anggrek hitam.”

“Sama seperti punya Bu Silvia yang hilang, ya? Kapan Bu Nanet membelinya?”

“Iya! Aku baru dengar kalau anggrek-anggrek hitam Bu Silvia hilang. Tetapi, tentu saja bukan ini. Masak, sih, aku tega mencurinya. Aku juga kolektor, tahu bagaimana rasanya kalau kehilangan koleksi tanamanku. Aku membelinya beberapa hari yang lalu. Begitu pulang, aku dapat kabar kalau anggrek hitam Bu Silvia dicuri.”

“Ibu masih menyimpan potongan tiket pesawat waktu ke Balikpapan?” tanya Taras curiga.

“Tunggu, ya!” Bu Nanet masuk ke rumahnya. Beberapa waktu kemudian, dia muncul membawa amplop. “Sayang, tiket pesawat sudah kubuang. Tapi, aku punya beberapa lembar tiket masuk ke tempat wisata di sana. Ada tanggalnya kalau kalian tak percaya. Ini tiket ke canopy bridge di Bukit Bangkirai. Letaknya di dekat Balikpapan. Jembatan di sana tinggi sekali,” cerita Bu Nanet.

Kiria mengambil tiket yang disodorkan. Di tiket itu memang tertera tanggalnya, sama dengan tanggal waktu anggrek hitam Bu Silvia hilang. Jadi, Bu Nanet juga bebas. Tinggal Kak Ramon satu-satunya tersangka yang tersisa. Namun, agak sulit untuk menanyainya. Anaknya sangat cuek dan kelihatan enggak suka waktu Geng LOTRIA datang.

“Aku enggak tahu apa-apa tentang pencurian itu. Aku pulang malam, langsung tidur. Waktu pagi harinya anggrek itu hilang, aku belum bangun. Maaf, ya, aku harus berangkat kuliah sekarang.”

Anak-anak kecewa. Tetapi, keterangannya yang cuma sepotong-sepotong itu justru memperkuat kecurigaan mereka.

“Bisa saja, kan, waktu pulang malam hari, Kak Ramon mengambilnya, lalu langsung memberikannya kepada temannya atau siapa lah....” analisis Kiria. Sayangnya, ketika mereka bertemu Bu Silvia, analisis itu langsung terbantahkan.