“Aku akan mengirim kau kembali ke istana ayahmu. Tapi, datanglah kembali ke hutan ini dengan membawa pisau. Tolong kerik dinding tungku besi ini sampai berlubang,” kata suara bergema itu.
TRING!
Tiba-tiba saja, muncul seorang pengawal di sebelah Putri Luana. Tanpa bicara satu kata pun, pengawal itu mengantarkan Putri Luana ke kerajaan ayahnya.
Betapa gembiranya Putri Luana saat melihat istana ayahnya. Raja Gustel juga gembira, berlari dan memeluk putrinya dengan haru.
Putri Luana segera menceritakan apa yang dialaminya di tengah hutan.
“Leon, pangeran calon tunanganku, dialah yang menolongku sehingga aku keluar dari hutan lebat. Kini aku bisa bertemu Ayah lagi. Aku sudah berjanji untuk kembali ke hutan dan membebaskannya…”
Raja Gustel sangat cemas saat mendengar cerita itu. Putri Luana adalah putri satu-satunya. Tak mungkin ia biarkan kembali ke hutan. Apalagi, mereka tak tahu pasti, siapa sebetulnya yang berada di dalam tungku besi itu. Bisa saja, itu adalah Penyihir Tua yang menyamar.
Setelah bertanya pada penasihat kerajaan, Raja Gustel memutuskan untuk mengirim putri penggiling gandum untuk menggantikan Putri Luana. Putri penggiling gandum ini sangat cantik. Putri Luana menjelaskan apa yang harus ia lakukan pada tungku besi di hutan.
Pengawal Raja Gustel lalu membawa si putri penggiling gandum ke hutan, dan memberinya pisau. Setiba di tempat tungku besi, ia mulai mengerik dinding tungku besi untuk membuat lubang. Namun, setelah lelah mengerik dari siang, malam, bahkan sampai pagi lagi, usahanya samasekali tidak ada hasil. Dinding tungku besi itu bahkan masih mulus, tak tergores sedikitpun.
Tiba-tiba terdengar suara dari dalam tungku besi, “Sepertinya, hari sudah pagi di luar sana…”
Anak gadis dari penggiling gandum itu menjawab, “Ya, hari sudah pagi. Sepertinya, aku mendengar bunyi derak penggilingan gandum milik ayahku…”
"Jadi, kau adalah putri dari penggiling gandum? Kalau begitu, pulanglah segera. Katakan pada Putri Luana untuk segera datang!” kata suara dari dalam tungku.