Pangeran di Dalam Tungku Besi (Bag.1)

By Vanda Parengkuan, Senin, 14 Mei 2018 | 04:00 WIB
Pangeran di dalam Tungku Besi (Vanda Parengkuan)

Dahulu kala, ada seorang pangeran yang dihukum oleh seorang penyihir tua. Pangeran itu bernama Leon. Karena sifatnya yang sombong, ia dikurung oleh Penyihir Tua di dalam tungku besi besar.

“Tungku ini hanya bisa dibuka oleh seorang putri sejati,” kata Penyihir Tua itu.

Tak ada yang bisa menemukan Pangeran Leon karena tungku itu berada di tengah hutan, tertutup oleh akar gantung dan lilitan tumbuhan sulur. Bertahun-tahun lamanya Pangeran Leon terkurung di dalam tungku besi itu.

Pada suatu hari, ada seorang putri raja yang tersesat di hutan. Putri Luana namanya. Karena terlalu asyik mencari bunga hutan, ia terpisah dari rombongan dayang-dayangnya. Putri Luana tak bisa menemukan jalan untuk keluar dari hutan. Ia berkeliaran di dalam hutan selama sembilan hari.

Saat sedang menyibak-nyibak akar gantung yang menutupi jalan, Putri Luana melihat sesuatu yang mengejutkan. Sebuah tungku besi.

“Aneh, mengapa ada tungku besi di hutan ini?” gumam Putri Luana heran.

Tiba-tiba, terdengar suara bergema dari dalam tungku besi,

“Hai, siapakah kamu? Darimana asalmu? Dan mau pergi kemana?”

Putri Luana termundur agak takut. Namun ia menjawab juga,

“Aku Putri Luana. Aku tersesat dan tidak bisa pulang ke kerajaan ayahku, Raja Gustel.”

Suara bergema dari tungku besi itu lalu berkata lagi dengan terkejut, “Astagaaa, jadi kau Luana, putri Raja Gustel? Aku Leon, pangeran yang akan menjadi tunanganmu. Beberapa tahun lalu, aku bermaksud datang ke istana Raja Gustel untuk melamarmu. Tapi aku dikurung Penyihir Tua di tungku ini, karena dulu aku sombong. Luana, aku akan membantumu menemukan jalan pulang. Tapi, tolong lakukan satu permintaanku.”

Putri Luana bingung harus menjawab apa. Dulu, ayahnya dan ayah Pangeran Leon memang telah menjodohkan mereka. Namun, Pangeran Leon lalu menghilang entah kemana. Kini ia tidak tahu pasti, siapa yang berada di dalam tungku besi itu. Bisa saja itu penyihir jahat yang mengaku sebagai Pangeran Leon. Namun, karena sudah sangat ingin pulang, Putri Luana pun berjanji akan melakukan permintaan suara di dalam tungku itu.

“Aku akan mengirim kau kembali ke istana ayahmu. Tapi, datanglah kembali ke hutan ini dengan membawa pisau. Tolong kerik dinding tungku besi ini sampai berlubang,” kata suara bergema itu.

TRING!

Tiba-tiba saja, muncul seorang pengawal di sebelah Putri Luana. Tanpa bicara satu kata pun, pengawal itu mengantarkan Putri Luana ke kerajaan ayahnya.

Betapa gembiranya Putri Luana saat melihat istana ayahnya. Raja Gustel juga gembira, berlari dan memeluk putrinya dengan haru.

Putri Luana segera menceritakan apa yang dialaminya di tengah hutan.  

“Leon, pangeran calon tunanganku, dialah yang menolongku sehingga aku keluar dari hutan lebat. Kini aku bisa bertemu Ayah lagi. Aku sudah berjanji untuk kembali ke hutan dan membebaskannya…”

Raja Gustel sangat cemas saat mendengar cerita itu. Putri Luana adalah putri satu-satunya. Tak mungkin ia biarkan kembali ke hutan. Apalagi, mereka tak tahu pasti, siapa sebetulnya yang berada di dalam tungku besi itu. Bisa saja, itu adalah Penyihir Tua yang menyamar.  

Setelah bertanya pada penasihat kerajaan, Raja Gustel memutuskan untuk mengirim putri penggiling gandum untuk menggantikan Putri Luana. Putri penggiling gandum ini sangat cantik. Putri Luana menjelaskan apa yang harus ia lakukan pada tungku besi di hutan.  

Pengawal Raja Gustel lalu membawa si putri penggiling gandum ke hutan, dan memberinya pisau. Setiba di tempat tungku besi, ia mulai mengerik dinding tungku besi untuk membuat lubang. Namun, setelah lelah mengerik dari siang, malam, bahkan sampai pagi lagi, usahanya samasekali tidak ada hasil. Dinding tungku besi itu bahkan masih mulus, tak tergores sedikitpun.

Tiba-tiba terdengar suara dari dalam tungku besi, “Sepertinya, hari sudah pagi di luar sana…”

Anak gadis dari penggiling gandum itu menjawab, “Ya, hari sudah pagi. Sepertinya, aku mendengar bunyi derak penggilingan gandum milik ayahku…”

"Jadi, kau adalah putri dari penggiling gandum? Kalau begitu, pulanglah segera. Katakan pada Putri Luana untuk segera datang!” kata suara dari dalam tungku.

Putri penggiling gandum segera pulang dan menghadap Raja Gustel. Ia menceritakan bahwa suara di dalam tungku meminta Putri Luana untuk datang.

Raja Gustel kembali cemas. Ia lalu meminta anak perempuan dari gembala kerbau untuk menggantikan Putri Luana. Anak perempuan ini lebih cantik dari anak penggiling gandum.

Keesokan harinya, putri dari gembala kerbau ini diantar ke hutan oleh pengawal Raja Gustel. Seperti putri penggiling gandum, ia pun mulai mengerik dinding tungku besi dari siang sampai malam, sampai pagi lagi.

Saat putri gembala kerbau masih mengerik, terdengar suara dari dalam tungku,

“Sepertinya, hari sudah pagi di luar sana…”

Anak gadis dari gembala kerbau itu menjawab, “Ya, hari sudah pagi. Sepertinya, aku mendengar bunyi terompet tanduk milik ayahku untuk mengumpulkan kerbau…”

"Jadi, kau adalah putri dari gembala kerbau? Kalau begitu, pulanglah segera. Katakan pada Putri Luana untuk segera datang! Katakan padanya, putri sejati tak akan mengingkari janji,” kata suara dari dalam tungku dengan sedih.

Putri gembala kerbau segera pulang dan menghadap Raja Gustel. Ia menceritakan segala yang diucapkan suara sedih di dalam tungku tadi.

Saat Putri Luana mendengarnya, ia mulai menangis dan tidak tega. Ia lalu mengambil keputusan untuk menepati janjinya. Ia meminta restu dari ayahnya, mengambil pisau, lalu pergi ke hutan tempat tungku besi itu berada. Raja Gustel hanya menatap cemas kepergian putrinya yang tidak dapat ia cegah lagi.

Setiba di tungku besi, Putri Luana mulai mengerik dinding tungku besi. Dan baru satu jam berlalu, terbentuklah sebuah lubang kecil di tungku itu. Putri Luana mengintip ke dalamnya. Ia sangat terkejut dan gembira ketika melihat seorang pemuda tampan yang dikenalnya. Itulah Pangeran Leon, calon tunangannya.

Putri Luana semakin bersemangat mengerik dinding tungku besi itu. Beberapa saat kemudian, dinding tungku itu retak dan pecah. Pangeran Leon pun bisa keluar dari dalam dengan wajah ceria.

“Terimakasih, Luana. Kamu memang putri sejati, calon istriku yang hebat. Kamu telah membebaskan aku,” puji Pangeran Leon. Ia lalu mengajak Putri Luana untuk segera pergi dari hutan itu. Bukan ke kerajaannya, bukan pula ke kerajaan Putri Luana, karena kekuatan sihir si Penyihir Tua belum hilang. Namun Putri Luana berkata,

“Aku harus bertemu ayahku dulu!”

 Pangeran Leon akhirnya mengijinkan Putri Luana pergi, tetapi ada syaratnya. “Kau tidak boleh berkata lebih dari tiga kata pada ayahmu. Kalau lebih, maka sihir si Penyihir Tua akan berkuasa atas aku lagi. Aku akan kehilangan ingatan samasekali tentang kamu. Sekarang, pergilah ke istana ayahmu. Aku akan menunggumu di sini. Ingatlah pesanku tadi…” ujar Pangeran Leon.

Putri Luana pun pulang ke istana ayahnya. Sayangnya, ia lupa pada pesan Pangeran Leon. Ia bercerita panjang lebar pada ayahnya, lebih dari tiga kata.  Seketika itu juga, tungku besi lenyap dari hutan. Walau begitu, Pangeran Leon sudah terbebas dari tungku besi. Sayangnya, ia kini tidak ingat samasekali pada Putri Luana, akibat sihir dari Penyihir Tua.

Sementara itu, Putri Luana berpamitan pada ayahnya dan kembali ke hutan. Ia mencari tungku besi tempat Pangeran Leon menunggunya, tetapi ia tidak menemukan benda itu. Putri Luana mencari Pangeran Leon selama sembilan hari, namun ia tidak bisa menemukan tunangannya itu.

Pada suatu malam, Putri Luana memanjat sebatang pohon untuk tidur di atasnya karena takut pada binatang buas. Pada saat itulah ia melihat cahaya di kejauhan.

“Ah, kalau saja aku bisa sampai ke tempat bercahaya itu…” pikirnya.

Putri Luana lalu turun dari pohon dan berjalan menuju ke  arah cahaya itu. Entah berapa lama ia berjalan. Akhirnya, ia tiba di sebuah rumah kecil tua dengan rumput-rumput tinggi di sekitarnya. Putri Luana ragu untuk mengetuk pintu. Ia mengintip melalui jendela. Di dalam, tampak beberapa ekor katak besar dan kecil. Di depan mereka, ada sebuah meja yang indah dengan piring-piring dan gelas yang terbuat dari perak. Putri Luana memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah itu.

(Bersambung)

(Diadaptasi dari dongeng Eropa, oleh L. Olivia/vp)

Dok. Majalah Bobo ©