Mengantar Puzu
Tetua adat mempersiapkan seekor ayam dan tujuh batang bambu kecil berisi beras yang disebut kolo atau nasi bambu.
Lalu bersama dengan pemilik lahan, tetua adat berjalan menuju ke Sanggan, tempat bertemunya dua sungai besar, yaitu Sungai Waekoe dan Sungai Waemokel.
Di sana, sudah disiapkan sebuah perahu yang terbuat dari pelepah pohon pisang.
Perahu itu digunakan untuk mengantar puzu, tikus, manggot (walang sangit), dan mbolong (keong mas) untuk dipersembahkan kepada Mori Tana dan Naga Tana. Sedikit bagian ayam dan nasi bambu juga dimasukkan ke dalam perahu itu.
Podo Puzu
Nama podo puzu ini sendiri diambil dari bahasa suku Kengge, yaitu podo berarti antar dan puzu berarti belalang. Jadi ritual ini sebenarnya adalah untuk mengantarkan binatang belalang ke tuannya di laut.
Maka itu, para tetua adat “mengantarkan perahu persembahan itu sampai berlayar menuju laut.
Ritual Mistis
Ritual adat ini bisa dikatakan mistis, lo. Para pemilik lahan bersama dengan tetua adat yang berjalan pulang dari tempat ritual ke rumah adat tidak boleh melihat ke belakang.
Kalau ada yang melanggar, maka akan terjadi bahaya.
Suasananya juga harus tenang, tidak boleh ribut. Karena konon katanya, Mori Tana dan Naga Tana juga ada dan mengikuti ritual itu walaupun manusia tidak bisa melihatnya.
Sehari setelah ritual ini dilakukan, semua warga juga tidak boleh bekerja.
Kalau ada yang terlihat bekerja, maka gerombolan puzu akan datang lagi untuk merusak lahan pertanian.
Setelah ritual benar-benar selesai, akan terjadi hujan lebat secara tiba-tiba di seluruh wilayah tempat tinggal suku Kengge.
Sumber: Kompas.com