Pak Boris segera berjongkok dan menyibakkan daun-daun kering di dekat akar pohon. Ia menemukan sebuah kendi lagi yang lebih besar dan terkubur tanah. Hanya bagian atasnya yang terlihat, penuh dengan koin emas. Pak Boris segera membawa pulang koin-koin emas itu.
Mereka lalu membeli rumah baru di kota. Mereka juga membeli kereta kuda dan mempunyai banyak pelayan. Mereka telah lupa pada cara hidup dulu ketika mereka masih miskin.
(Bagian 2)
Tak lama kemudian, gubernur kota itu meninggal dunia. Warga kota memerlukan gubernur baru. Akhirnya, mereka memilih Pak Boris sebagai gubernur, karena dialah yang paling kaya di kota itu. Bu Boris mendapat kehormatan yang lebih tinggi, namun ia tetap tak merasa puas.
“Suamiku, bawalah kapakmu dan kembalilah ke hutan, tempat si Pohon Maple yang mempunyai kendi emas. Mintalah padanya kendi emas yang lebih besar, aku lelah hanya menjadi istri gubernur!”
Pak Boris lagi-lagi tidak membantah. Ia pun tergoda untuk menjadi orang yang lebih berkuasa. Ia segera mengambil kapaknya dan menyembunyikannya di dalam jubah gubernurnya yang mewah. Ia membawa kapak itu ke hutan. Beberapa saat kemudian, ia tiba di puncak bukit, tempat Pohon Maple besar tumbuh.
Pak Boris bersiap-siap mengangkat kapaknya untuk menebang.
Namun sebelum kapaknya turun, tiba-tiba saja pohon maple menguap. Ia menggerakkan mahkota keemasannya dan berkata dengan suara manusia,
“Biarkan aku hidup dalam damai, pria baik. Apakah kau tidak merasa cukup?”
Pak Boris si kepala desa berkata dengan kapak tetap terangkat ke atas, “Uang tidak akan pernah cukup. Istriku lelah menjadi istri gubernur. Ia ingin lebih…”
Pohon itu menggerakkan daun-daun keemasannya dan berkata, “Lihatlah ke akar-akarku. Kau akan temukan hadiahmu. Gunakanlah sebaik mungkin, dan jangan kembali ke sini lagi!” ujar Pohon Maple.