Aku bingung harus bagaimana. Tiba-tiba air mataku menetes. Beberapa orang lalu lalang bergantian.
Beberapa memelukku dan ibu. Mengatakan agar kami sabar.
(BACA JUGA: Kado untuk Ayah
Beberapa dari mereka membicarakan sebuah kerusuhan hebat yang terjadi di tempat Ayah bertugas malam ini.
Katanya, ada masalah hingga itu terjadi. Suasana sepertinya sangat menyeramkan hingga mereka sendiri beberapa kali menyatakan ngeri mengingatnya.
Mereka bilang Ayah terjebak dalam kerusuhan itu dan tidak bisa selamat.
Kasihan Ayah… tangisku tumpah lagi.
“Kamu anak Kapten?” kata seorang Bapak yang wajahnya sering aku lihat. Beberapa orang memanggil Ayahku kapten walaupun namanya bukan kapten.
Aku pun memanggilnya kapten karena ia memang kapten untukku.
Aku mengangguk.
“Ayahmu sudah melindungi kami sampai habis waktu dan tenaga yang ia punya. Tadi Ayahmu berpesan agar kamu berjanji terus menjadi anak yang baik,” katanya sambil mengelus kepalaku.
Aku mengangguk.
“Oke, Kapten?” tanyanya lagi.
Aku mengangguk lagi sambil mengacungkan jempol. Ia memelukku, aku merasakan ada basah air matanya di bahuku.
Sedikit-sedikit aku mengerti apa yang terjadi pada Ayahku.
Ia gugur dalam tugasnya melindungi banyak orang. Namun, yang paling aku ingat adalahnya pesannya padaku agar tetap menjadi anak yang baik.
Anak kapten yang baik. Suatu saat nanti aku mau jadi kapten seperti Ayah untuk melindungi banyak orang.