Jeritan Hati Seorang Anak

By Sylvana Toemon, Kamis, 21 Juni 2018 | 15:00 WIB
Jeritan hati seorang anak (Dok. Majalah Bobo)

Roni terus memasang telinganya baik-baik. Ia sangat ingin tahu komentar selanjutnya. Akan tetapi tidak terdengar suara apa-apa. Bahkan, kedua kakaknya yang biasanya bawel juga diam.

Dengan perasaan heran, Roni duduk di bangku menghadapi meja belajarnya dan membuka buku pelajarannya. Namun, ia tak bisa memusatkan pikiran pada pelajaran. Yang ada dalam pikirannya adalah surat yang ditempelkannya di dinding ruang makan. Baris-baris kalimat yang ditulisnya seolah-olah terbayang di matanya.

JERITAN HATI SEORANG ANAK

Tak seorang pun memikirkan diriku.

Tak seorang pun di rumah ini mengerti diriku.

Hampir semua kawanku di kelas diizinkan menonton pertunjukan robot di Senayan.

Tapi, Ayah, Ibu dan kedua kakakku tida kberniat menontonnya.

Kata Ibu, "Karcisnya mahal."

Kata Ayah, "Lihat saja nanti!"

Kata kedua kakakku, "Apa, sih, bagusnya nonton robot?"

Padahal aku ingin sekali menontonnya.

Coba kalau ada pameran tanaman hias, pasti kedua kakakku ribut ingin pergi. Kalau ada pameran elektronika atau mesin-mesin, Ayah pasti tidak melewatkanya. Dan Ibu paling semangat kalau ada pameran buku.