Mi Kuah yang Dibagi Dua Bersama Ibu  

By Putri Puspita, Sabtu, 1 September 2018 | 17:45 WIB
Sesederhana mi kuah (Putri Puspita)

(BACA JUGA:Antara Susi, Sushi, dan Kenangan Ibu (Bagian 1))

“Sore itu tinggal aku berdua dengan Ibu karena Bapak dan adik sedang menemui kepala desa. Saat itu hujan. Aku berpikir, pasti enak jika makan mi kuah yang hangat. Ibu setuju dengan ideku. Kami segera ke dapur. Ternyata tinggal satu bungkus mi untuk dibuat. Aku dan ibu saling berpandangan. Ibu bilang, mi itu untuk aku saja. Aku bilang, mi itu untuk ibu saja. Akhirnya kami sepakat agar mi itu dibagi dua. Ibu dan aku memasaknya bersama. Kami menambahkan sayuran dan cabai yang dipetik dari halaman belakang. Kami juga menambahkan telur ke dalamnya.”

Dewi berhenti sebentar. Teman-temannya menatapnya lekat ingin mendengar kelanjutan ceritanya.

“Mi sudah masak. Aromanya sangat enak. Kami memakannya sambil menonton televisi yang gambarnya kadang hilang karena angin yang menggoyangkan antena. Aku melihat ibu hanya makan sedikit-sedikit saja. Sendoknya tidak penuh. Namun, ia berkata agar aku makan yang banyak. Kira-kira tinggal empat sendok lagi, ibu berhenti makan. Ibu berkata agar aku saja yang melanjutkan makan karena ia kenyang. Menurut teman-teman apakah benar kenyang?” tanya Dewi.

Hampir semua teman menggeleng.

“Iya, tentu Ibu tidak kenyang karena itu hanya satu mi yang dibagi dua. Apalagi ibu hanya menyendoknya sedikit-sedikit saja. Namun, hal yang aku sadari adalah ibu begitu menyayangi aku. Ia rela berbagi apapun denganku. Bahkan memberikan lebih banyak untukku. Aku yakin, setiap ibu begitu menyayangi anaknya, lewat hal-hal paling sederhana. Aku pun menyayangi ibu, maka dari itu aku bersemangat untuk belajar untuk membuatnya bangga.”

Dewi membungkuk, pertanda ceritanya selesai. Semua teman-teman bertepuk tangan. Bu Guru Sonia juga bertepuk tangan. Cerita Dewi saat itu membuat teman-temannya juga menyadari betapa ibu selalu menyanyangi mereka, dari hal kecil sampai hal yang besar.