Bobo.id – Gelombang tinggi menerjang wilayah Banten pada Sabtu malam (22/12/2018), sekitar pukul 21.00 WIB.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gelombang ini merupakan tsunami yang disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau dan cuaca buruk.
Mengapa erupsi Gunung Anak Krakatau bisa menimbulkan tsunami di wilayah Banten? Yuk, cari tahu jawabannya.
Baca Juga : Mengenal Tsunami, Gelombang Tinggi yang Berbahaya Bagi Manusia
Awalnya Bukan Dikira Tsunami
Sebelumnya, informasi tentang gelombang tinggi di wilayah Banten ini sempat simpang siur, teman-teman.
Pada awalnya, BMKG memperkirakan gelombang tinggi ini bukan merupakan tsunami. Menurut perkiraan sebelumnya, ini merupakan gelombang pasang yang disebabkan bulan purnama.
Namun, setelah diteliti lagi, BMKG menyatakan bahwa gelombang tinggi ini merupakan tsunami. Bahkan, ciri gelombangnya mirip dengan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah lalu.
Erupsi Anak Gunung Krakatau dan Cuaca di Selat Sunda
Menurut BMKG, tsunami ini disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau dan faktor cuaca di Selat Sunda.
Pada Sabtu kemarin, erupsi gunung api ini terjadi hingga 4 kali, terakhir pada pukul 21.03 WIB.
Baca Juga : Sejarah Gempa Krakatau, Salah Satu Gempa Terdahsyat di Dunia
Lalu, mengapa erupsi bisa menyebabkan tsunami? Rupanya, erupsi ini diduga menyebabkan guguran material yang jatuh ke lautan dan akhirnya mengakibatkan gelombang tinggi.
Menurut BMKG, jika dipicu erupsi anak Gunung Krakatau, gelombang tsunami sekitar 90 sentimeter.
Namun, dengan adanya gelombang tinggi akibat faktor cuaca, arus gelombang tsunami bisa bertambah lebih dari dua meter.
Dikutip dari Kompas.com, Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar mengatakan, Anak Krakatau memang telah bereupsi sejak 29 Juni 2018.
Erupsi terbesar pada Sabtu kemarin, gunung api ini melontarkan material hingga ketinggian 1.500 meter. Saat ini, para ahli dan tim penyelamat sedang menangani para korban bencana ini.
Baca Juga : Mengenal Ciri-ciri Terjadinya Tsunami
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Iveta Rahmalia |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR