Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu cerita misteri hari ini.
Cerita misteri hari ini bercerita tentang Jen dan Hsiu.
Yuk, kita baca cerita misteri hari ini.
----------------------------------------
Baca Juga : NASA Menemukan Planet dengan Ukuran yang Tidak Biasa, Sebesar Apa, ya?
Jen Chien Chih adalah penduduk asli desa Yutai. Ia seorang pedagang karpet. Suatu hari, ia pergi ke kota Shensi, membawa semua uangnya yang tidak terlalu banyak. Di jalan, ia bertemu seorang lelaki bernama Shen Chu Ting yang berasal dari desa Su Chien.
Keduanya menjadi teman dekat dan mengikat tali persaudaraan. Mereka lalu berjalan bersama ke kota Shensi. Sayangnya, di tengah jalan, Jen jatuh sakit. Shen berusaha merawatnya. Namun, keadaan Jen malah semakin memburuk. Akhirnya, Jen berkata pada Shen,
"Keluargaku hidup sederhana. Aku punya istri dan tiga anak. Sayangnya..., aku akan mati, jauh dari rumah sendiri. Kita berdua adalah saudara. Di tempat ini, aku tidak punya siapa-siapa. Sekarang, aku punya dua ratus koin perak di dompetku. Ambillah sedikit untuk biaya peti dan pemakamanku. Tolong bawa mayatku pulang ke desaku. Tolong berikan sebagian uang untuk keluargaku. Lalu semua sisanya, ambillah untukmu.”
Baca Juga : Kisah Sedih Burung Rangkong, Burung Cantik yang Banyak Diburu Paruhnya
Baca Juga : Kisah Sedih Burung Rangkong, Burung Cantik yang Banyak Diburu Paruhnya
Jen lalu menulis surat di bantal, dan ia serahkan pada Shen. Malam itu juga Jen meninggal.
Shen membeli sebuah peti murah sekitar lima koin perak. Ia memindahkan Jen ke dalam peti mati.
Saat itu, pemilik penginapan menyuruhnya untuk segera membawa keluar mayat Jen dari penginapan itu. Shen segera membawa mayat Jen ke sebuah kuil dan menitipkan pada pendeta di sana.
Shen lalu meminta izin pada pendeta itu untuk pergi sebentar. Ia ingin membeli pakaian baru yang akan dipakaikan pada Jen.
Namun, Shen ternyata melarikan diri dan tidak kembali ke kuil itu. Ia tidak menepati janjinya untuk membawa mayat Jen ke desa Yutai.
Untunglah pendeta kuil itu sangat baik hati.
Ia menyelidiki asal-usul Jen. Dari pemilik penginapan tempat Jen dan Shen pernah menginap, pendeta itu akhirnya tahu asal desa Jen. Ia lalu membawa mayat Jen pulang ke desa Yutai.
Baca Juga : Kucing Jadi Hewan Terpopuler, Kenapa Kita Suka Menonton Video Kucing?
Istri dan anak-anak Jen sangat sedih ketika mengerahui Jen telah meninggal. Putra pertama Jen yang bernama Hsiu, baru berusia 17 tahun.
Hsiu sangat pandai dan cekatan. Dialah yang mengurus pemakaman ayahnya. Ibunya tak bisa berbuat apa-apa karena terlalu sedih.
Walau sederhana, pemakaman Jen diurus dengan baik. Hsiu memesan bunga yang indah untuk ibunya letakkan di makam ayahnya.
Hsiu berterimakasih pada pendeta kuil yang ikut hadir di pemakaman Jen. Sang pendeta sempat menyebut nama Shen Chu Ting, yang meninggalkan mayat ayah Hsiu di kuil.
Enam bulan pun berlalu. Keluarga Jen sudah sangat miskin. Untunglah, Hsiu yang pintar mendapat beasiswa. Ia bisa melanjutkan sekolah untuk mendapat gelar sarjana.
Baca Juga : Memotong Bawang Bisa Membuat Kita Menangis, Ini Rahasia di Dalamnya
Sayangnya, walaupun pintar, Hsiu berteman dengan pemuda-pemuda yang suka mengadu ayam. Hsiu jadi terpengaruh dan ikut suka mengadu ayam.
Ibunya sudah melarang, namun Hsiu tidak mendengarkan. Akibatnya, pada ujian tingkat pertama, Hsiu tidak naik tingkat. Ibunya sangat marah dan sedih. Ia tidak mau memasak makanan untuk Hsiu.
Hsiu kini setiap hari memasak makanannya sendiri. Ia sedih karena rindu akan masakan ibunya. Ia akhirnya sadar dan berjanji tidak akan pernah adu ayam lagi. Sejak hari itu, ia mengurung diri dan belajar dengan rajin. Beberapa tahun kemudian ia lulus menjadi sarjana dan menjadi yang terbaik.
Ibunya sekarang menyarankan dia untuk mengambil murid. Sayangnya, kebiasaan buruk Hsiu yang dulu, masih diingat oleh orang orang desa.
Ia masih dianggap sebagai pemuda yang tak bertanggung jawab dan suka mengadu ayam. Tak ada orangtua yang mau mempercayakan putra putri mereka untuk diajari oleh Hsiu.
Baca Juga : Wah, 6 Tanaman Ini Bisa Bantu Kita Mengusir Nyamuk di Rumah!
Suatu hari, pamannya yang bernama Chang akan berdagang ke kota besar.
Ia mengajak Hsiu ikut berlayar bersamanya dan berjanji untuk membayar semua biaya. Hsiu senang. Ia membawa ayam kesayangannya. Ibunya mengingatkan untuk tidak adu ayam.
“Ayam ini ikut untuk menemaniku, Bu. Agar aku tidak kesepian di kota lain,” kata Hsiu sambil mengelus jengger ayamnya.
Maka, Hsiu pun ikut berlayar bersama Paman Chang. Beberapa waktu kemudian, mereka tiba di pelabuhan kota Lin-ch'ing. Pelabuhan utama itu sangat besar.
Banyak sekali kapal layar dengan tiang-tiang yang tinggi. Dari jauh, tampak bagai hutan tiang kapal.
Baca Juga : 6 Bahasa Tertua di Dunia Ini Masih Digunakan Sampai Sekarang, Pernah Dengar?
Lihat video ini juga, yuk!
Penulis | : | Sepdian Anindyajati |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR