Bobo.id - Bagi teman-teman yang tidak bisa mendengar atau merupakan tuna rungu, cara berkomunikasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan bahasa isyarat.
Dengan menggunakan bahasa isyarat, maka kita memahami maksud seseorang dari isyarat yang diberikan melalui gerakan tangan.
Bahasa isyarat yang berlaku atau digunakan oleh teman-teman tuna rungu kebanyakan sudah diakui secara internasional.
Pemakaian bahasa isyarat yang sudah diakui secara internasional ini akan memudahkan teman-teman tuna rungu dari berbagai negara untuk memahami maksud pengguna bahasa isyarat dari negara lain.
Baca Juga: Yuk, Berkunjung ke Gyeongbokgung, Istana yang Ada di Kota Seoul!
Nah, kalau biasanya kita hanya menggunakan bahasa isyarat kepada seseorang dengan tuna rungu, maka berbeda dengan yang ada di Desa Bengkala, Buleleng, Bali.
Hampir seluruh penduduk di desa ini ternyata menguasai dan bisa berbahasa isyarat, lo.
Cari tahu tentang Desa Bengkala yang juga disebut sebagai Desa Kolok, yuk!
Hampir Seluruh Penduduk Desa Bengkala Bisa Berbahasa Isyarat
Desa Bengkala yang ada di Buleleng, Bali ini memiliki nama lain, teman-teman, yaitu Desa Tuli, Desa Tuna Rungu, atau Desa Kolok.
Sebutan ini disebabkan karena hampir seluruh penduduk Desa Bengkala, atau kira-kira 80 persen dari sekitar 3.000 penduduknya bisa berbahasa isyarat.
Wah, apa yang menyebabkan hampir seluruh penduduk di desa ini bisa berbahasa isyarat, ya?
Ternyata hal ini disebabkan oleh adanya 44 orang warga Desa Bengkala yang merupakan tuna rungu sejak lahir, teman-teman.
Baca Juga: Pulau Komodo Tidak Jadi Ditutup, Tapi Pengunjungnya Dibatasi
Jumlah ini dapat dikatakan tinggi, lo, karena biasanya hanya ada dua sampai tiga bayi saja yang mengalami gangguan pendengaran parah bahkan sampai mengalami tuna rungu dalam setiap 1.000 bayi yang lahir.
Tingginya jumlah penduduk yang merupakan tuna rungu inilah yang menyebabkan penduduk Desa Bengkala bisa berbahasa isyarat.
Kondisi Genetik Turunan Menyebabkan Tingkat Tuna Rungu yang Tinggi
Tingginya jumlah penduduk Desa Bengkala yang mengalami ketulian ini ada penjelasannya, teman-teman.
Di Desa Bengkala, ternyata ada kondisi genetik yang umum yang diturunkan oleh warga di desa ini.
Kondisi genetik ini disebabkan oleh sebuaha gen resesif bernama DFNB3 yang hanya ada di desa ini.
Baca Juga: Seperti Asgard, Ini Fakta Seru Asgardia, Negara Antariksa Pertama
Nah, kondisi genetik ini sudah diturunkan selama tujuh generasi di Desa Bengkala.
Namun ada penjelasan lain kenapa banyak warga di desa ini yang mengalami tuna rungu.
Beberapa orang percaya, kalau dulunya di Desa Bengkala ada dua orang sakti yang bertarung dan mengutuk satu sama lain hingga menjadi tuli.
Berbahasa Isyarat Menggunakan Kata Kolok
Selain disebut sebagai Desa Tuna Rungu, Desa Bengkala juga memiliki nama lain, nih, teman-teman, yaitu Desa Kolok.
Nama atau sebutan ini berasal dari bahasa isyarat yang digunakan oleh penduduk desa ini.
Uniknya, penduduk di Desa Bengkala memiliki bahasa isyarat khusus yang disebut 'Kata Kolok' atau bahasa tunarungu.
Kata kolok yang berlaku atau digunakan di desa ini berbeda dengan bahasa isyarat yang digunakan di Indonesia atau bahasa insyarat internasional.
Bahkan orang yang bukan berasal dari Desa Bengkala tidak mengerti bahasa isyarat kata kolok ini, lo.
Baca Juga: Gemas! Akun Ini Membuat Hewan-Hewan Terlihat Lucu dengan Gambarnya
Kata kolok sudah menjadi mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan teman-teman yang tinggal di Desa Bengkala mempelajari kata kolok mulai kelas 1 SD hingga kelas 6 SD.
Karena kata kolok dipelajari di sekolah, maka semua siswa, baik yang memiliki kondisi tuna rungu maupun tidak, akan menerima pelajaran yang sama.
Bahasa Isyarat Digunakan oleh Hampir Semua Orang di Desa
Meskipun di Desa Bengkala terdapat 44 orang yang memiliki kondisi tuna rungu, tapi penduduk yang ada di desa ini saling menghargai, lo.
Hal ini terlihat dari penggunaan bahasa isyarat oleh sekitar 80 persen penduduk Desa Bengkala.
Baca Juga: Jangan Diabaikan, Segera ke Dokter Mata Jika Kamu Mengalami Hal Ini
Penduduk Desa Bengkala yang tidak memiliki kondisi tuna rungu disebut enget dan penduduk dengan kondisi tuna rungu terlihat saling menghargai.
Kalau teman-teman berkunjung ke Desa Bengkala, maka kamu akan melihat banyak orang yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat.
Berkomunikasi dengan bahasa isyarat tidak hanya dilakukan oleh enget dan warga yang menderita tuna rungu saja.
Namun hal ini dilakukan oleh penduduk yang memiliki pendengaran baik ke penduduk lain yang pendengarannya juga tidak memiliki masalah.
Sumber Gambar: YouTube/Great Big Story
Lihat video ini juga, yuk!
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | Vice News,Great Big Story |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR