Bobo.id - Apakah bakmi jawa merupakan salah satu makanan favoritmu?
Bakmi jawa adalah makanan khas Indonesia yang bisa ditemukan di banyak daerah di Jawa, teman-teman.
Setiap daerah juga memiliki ciri khas bakmi jawanya masing-masing.
Di Solo, bakmi jawa dikenal dijual pada malam hari. Kira-kira apa alasannya, ya?
Baca Juga: Mulai dari Bakmi Sampai Misoa, Kita Mengenal Jenis-jenis Mi, yuk!
Serba-Serbi Bakmi Jawa
Bakmi jawa memiliki ciri khas berupa rasanya yang gurih dan manis dengan warna kecokelatan.
Di Solo, bakmi jawa sering dinikmati sebagai hidangan untuk makan malam oleh masyarakat dan digemari oleh wisatawan.
Apalagi, bakmi jawa banyak yang dimasak dengan menggunakan arang, sehingga aroma dan rasanya khas.
Menurut sejarawan dan Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma, Bapak Heri Priyatmoko, bakmi jawa di Solo awalnya dibawa oleh perantau dari Gunungkidul, Yogyakarta.
Awalnya, penjaul bakmi dari Gunungkidul bekerja di restoran masakan Tionghoa dan lama-kelamaan mulai andal membuat mi sendiri.
Setelahnya, pekerja yang sudah memiliki modal usaha pun menjual bakmi buatannya sendiri dengan menggunakan gerobak.
Karena dijual dengan berkeliling di sekitar rumah penduduk, bakmi dari Gunungkidul pun menjadi populer di seluruh kalangan masyarakat, begitupun di Solo.
Lalu, mengapa bakmi jawa di Solo dijual pada malam hari, ya?
Baca Juga: Terbuat dari Bahan yang Hampir Sama, Apakah Mi Termasuk Pasta?
Bakmi Jawa di Solo Dijual di Malam Hari
Jika teman-teman berkunjung ke Solo, mungkin teman-teman harus bersabar menunggu sampai waktu makan malam untuk mencicipi bakmi jawa.
Yap, di Solo, kuliner yang satu ini baru dijajakan di warung makan pinggir jalan setelah matahari terbenam. Ada juga pedagang bakmi jawa yang berkeliling dengan gerobaknya.
Ternyata alasan bakmi jawa baru dijual pada malam hari berhubungan dengan budaya masyarakat Solo, nih.
Menurut Bapak Heri Priyatmoko, masyarakat Solo memiliki kebiasaan terjaga sampai malam hari.
Ada tradisi dalam masyarakat Solo di mana malam hari justru jadi saatnya keluar untuk makan atau sekadar jajan.
Bapak Heri menjelaskan bahwa orang Solo banyak yang meyakini bahwa malam hari adalah saat yang tepat untuk berdiskusi, mencari inspirasi, mencari ide, atau menghasilkan karya seni.
Selain mencari hidangan makan malam, masyarakat Solo memiliki budaya mengobrol di angkringan pada malam hari.
Di Solo, angkringan ini disebut HIK atau singkatan dari Hidangan Istimewa Kampung.
Kebiasaan itu juga membuat penjual bakmi jawa menjajakan dagangannya saat malam tiba.
Baca Juga: Ayam Betutu, Makanan Khas Bali yang Kaya Akan Berbagai Rempah
Disebut Bakmi Tek-Tek
Biasanya, pedangan bakmi jawa keliling membawa bilah bambu untuk dipukulkan, sehingga menghasilkan suara “tek..tek..tek”.
Karena bunyinya itu, bakmi jawa di Solo juga sering disebut dengan nama bakmi tek-tek.
Ini juga menjadi pembeda dengan bakmi madura yang memukulkan bambu dengan suara yang lebih berat, sehingga dikenal dengan nama bakmi duk-duk.
Baca Juga: Ini 5 Makanan Khas Betawi yang Sudah Jarang Ditemui, Pernah Coba?
Yuk, lihat video ini juga!
Bobo Funfair Digelar di Semarang, Bisa Ketemu Bobo Sekaligus Wisata Kuliner Nusantara
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR