"Baru seminggu yang lalu kamu ambilkan wesel Nek Buyut. Ya belum dapat lagi. Biasanya Pak Iwan mengirimkan wesel sebulan sekali. Sudah Nek Buyut kirimkan surat berkali-kali supaya tak usah kirim wesel, tapi masih dikirimi terus. Anak Pak Sasmita itu memang baik!"
"Pak Sasmita itu siapa sih, Nek Buyut?" tanya Bayu penuh perhatian.
"Kamu kok mau tahu saja?" elak Nek Buyut.
"Tentu saja, Nek Buyut. Kan Bayu mau jadi wartawan. Perlu cari tahu hal-hal yang menarik. Kan aneh, ada orang yang mau kirim uang terus, padahal yang menerima sudah tidak mau!" jawab Bayu.
Baca Juga: Berbahaya Bagi Lingkungan, Apa Dampak Hujan Asam pada Manusia, ya?
Wajah Nek Buyut berseri-seri mendengar keterangan Bayu. Matanya memancarkan kekaguman yang tulus. "Lho, cicitku ini sudah besar, ya. Rasanya baru kemarin jadi bayi yang digendong-gendong. Koktahu-tahu sudah bisa ke kantor pos, sudah punya cita-cita jadi wartawan. Kamu pintar, seperti Kakek buyutmu!" puji Nek Buyut.
"Kalau sudah besar, boleh dong melihat isi lemari ukir di kamar Nek Buyut!" pinta Bayu. "Apa sih isinya, Nek Buyut? Sejak dulu Bayu ingin sekali melihatnya!"
"Oh itu. Lemari ukir itu berisi barang-barang peninggalan Kek Buyut. Sekarang kamu sudah besar sudah bisa mengerti tentang nilai-nilai kehidupan. Jadi kamu boleh melihatnya!" kata Nek Buyut.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR