Tengah malam, pertemuan usai. Masing-masing pergi tidur. Hujan lebat pun berhenti. Bulan yang semula tertutup awan tersembul pelan. Sinarnya yang putih keperakan dipantulkan butiran air hujan yang menempel di dedaunan. Indah sekali.
Patih Seta mengurungkan niatnya tidur. Ia ingin menengok bekas kamarnya dulu. Pelan ia berjalan ke samping kanan.
Di kegelapan malam matanya yang terlatih menangkap sosok bayangan. Dengan berjingkat Patih mendekat. Tenyata seorang pemuda duduk memeluk lutut. Tatapan matanya begitu sedih.
"Kau tidak tidur?" sapa Patih.
"Aku tidak mengantuk," jawab pemuda yang tak lain Aryo. la mengira yang datang temannya. Aryo mendesah sedih.
"Kenapa kau bersedih?"
"Telah berbulan-bulan aku di sini. Namun, belum satu pun pelajaran aku kuasai. Teman-teman mencemoohku. Kenapa aku bodoh sekali?" gumam Aryo menyesali diri.
Patih tersenyum mendengamya. Ia duduk di sebelah Aryo.
"Anak muda, dua puluh tahun silam seorang pemuda duduk di sini mengeluh persis seperti kamu. Waktu itu hujan rintik-rintik. Ia menatap air cucuran atap yang jatuh di atas batu hitam itu," ujar Patih seraya menunjuk batu hitam di depannya.
Baca Juga: Mengapa Harus Tunggu 30 Menit Setelah Disuntik Vaksin? Ini Penjelasannya
Hati-Hati Kandungan Gula di Minuman Manis, Bagaimana Memilih Minuman yang Tepat?
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR