Bobo.id - Apakah teman-teman pernah mendengar tarian daerah bernama Tari Pakarena? Konon, ada mitos Tari Pakarena mengenai asal-usul tarian ini.
Tari Pakarena adalah tarian adat dari Gowa, Sulawesi Selatan, yang disebut juga sebagai Tari Kipas Pakarena.
Seperti namanya, tarian daerah ini menggunakan kipas sebagai properti atau perlengkapan tariannya.
Sama seperti tarian daerah lainnya, Tari Kipas Pakarena juga memiliki sejarah di balik penciptaannya.
Uniknya, ada mitos Tari Kipas Pakarena di balik sejarah tarian ini, lo.
Apa mitos Tari Kipas Pakarena, ya? Yuk, cari tahu bersama!
Baca Juga: Macam-Macam Tarian Tradisional di Indonesia serta Asal Daerahnya, Materi Kelas 5 SD Tema 3
Tari Kipas Pakarena, Tarian dari Kerajaan Gowa
Tari Kipas Pakarena merupakan tarian daerah yang berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan.
Pada abad ke-16, Tari Kipas Pakarena pernah menjadi tarian resmi di istana atau Kerajaan Gowa.
Karena menjadi tarian resmi di Kerajaan Gowa, maka tarian ini dulunya hanya bisa ditarikan atau dipertunjukan di dalam Istana Gowa.
Tarian ini juga diperagakan oleh para putri bangsawan yang harus dipertunjukkan saat ada upacara adat atau pesta kerajaan.
Mitos Tari Kipas Pakarena
Nama pakarena ini berasal dari bahasa Sulawesi Selatan, yaitu dari kata 'karena' yang berarti main.
Jadi nama Tari Kipas Pakarena ini dapat diartikan sebagai tarian dengan cara memainkan kipas.
Nah, ada di balik tarian ini, ternyata ada mitos Tari Kipas Pakarena, teman-teman.
Di tempat asal Tari Kipas Pakarena ini, ada mitos yang berkembang mengenai tarian ini, yaitu Tari Kipas Pakarena tercipta dari perpisahan antara penghuni di boting langi dan penghuni lino.
Baca Juga: Dari Kulit Hingga Kain, Mari Mengenal Jenis Wayang Berdasarkan Bahan Pembuatannya!
Boting langi dalam bahasa Sulawesi Selatan adalah negeri khayangan, sedangkan lino adalah bumi.
Maka mitos Tari Kipas Pakarena ini berasal dari perpisahan antara penghuni negeri khayangan dengan penghuni bumi.
Sebelum berpisah, penghuni negeri khayangan mengajarkan penghuni bumi mengenai cara hidup, juga cara bercocok tanam, cara beternak, hingga cara berburu.
Baca Juga: Yuk, Simak Pakaian Adat Jambi dan Berbagai Kebudayaan Lainnya di Video Seri Budaya Indonesia Ini!
Untuk kegiatan berburu ini, penghuni negeri khayangan mengajarkan penghuni bumi gerakan berburu dengan gerakan badan, tangan, juga kaki.
Gerakan yang diajarkan oleh penghuni negeri khayangan ini kemudian dijadikan sebagai tarian ritual oleh penghuni bumi.
Tarian ritual ini adalah sebagai ungkapan untuk rasa syukur dan ucapan terima kasih yang ditujukan untuk boting langi yang sudah mengajarkannya berbagai hal.
Aturan Unik di Tari Kipas Pakarena
Selain mitos Tari Kipas Pakarena yang unik, ternyata aturan dalam memeragakan tarian ini juga unik, lo, teman-teman.
Penari Tari Kipas Pakarena terdiri dari lima sampai tujuh orang perempuan yang membawa kipas sebagai perlengkapan tariannya.
Ketika menari, penari harus bergerak dengan lemah lembut, tujuannya adalah agar pesan yang ada di tarian ini dapat tersampaikan dengan baik.
Tari Kipas Pakarena sendiri memiliki arti bahwa tarian ini menggambarkan sifat masyarakat Gowa, yang penuh dengan kesantunan, menghormati orang lain, juga menggambarkan kesetiaan.
Baca Juga: Terkenal Lucu Namun Tetap Bijaksana, Ketahui 4 Tokoh Punakawan dalam Pewayangan, yuk!
Nah, aturan unik yang ada di tarian ini adalah bahwa setiap penari tidak boleh membuka matanya terlalu lebar saat menari.
Aturan lain adalah penari tidak boleh mengangkat kakinya terlalu tinggi.
Tujuan dari aturan ini adalah agar penari memperlihatkan kesopanan dan kesantunan, seperti makna Tari Kipas Pakarena.
Wah, unik sekali, ya, Tari Kipas Pakarena yang berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan ini.
Apakah teman-teman pernah melihat tarian ini?
Sumber Foto: Wikimedia Commons/Ali Froghi
Yuk, lihat video ini juga!
-----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR