Bobo.id - Upacara adat Aceh meugang adalah upacara yang sebeneranya hampir mirip dengan perayaan Iduladha dengan melakukan penyembelihan pada hewan yang dikurbankan.
Hewan yang dikurbankan adalah hewan ternak, seperti sapi, kambing, ayam, dan bebek yang berjumlah ratusan.
Bedanya upacara adat Aceh meugang ini dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Pertama dilakukan sehari sebelum memasuki bulan puasa atau Ramadan, yang dinamakan meugang puasa.
Kedua, dilakukan sehari sebelum merayakan Idulfitri, yang dinamakan meugang uroe raya puasa. Sedangkan yang terakhir dilakukan sehari sebelum perayaan Iduladha dan dinamakan meugang uroe raya haji.
Prosesi pelaksanaan upacara adat Aceh ini mirip dengan perayaan penyembelihan hewan kurban Iduladha pada ajaran islam umumnya.
Baca Juga: Upacara Adat Betawi Bikin Rume: Arti, Tujuan, dan Prosesi
Perbedaannya, berdasarkan tujuan dan penyebab yang melatari adanya upacara adat meugang di Aceh.
Jika Iduladha adalah perintah agama yang bertujuan untuk melakukan penyembelihan hewan kurban dari orang yang mampu untuk diberikan pada fakir miskin.
Sedangkan kalau meugang adalah upacara adat yang didasari oleh rasa sosial dan kekeluargaan yang telah mengakar pada budaya Aceh.
Awalnya, tradisi upacara meugang ini dilakukan sejak Kesultanan Aceh pada abad ke-17, atau pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
Saat itu sultan memerintahkan untuk melakukan acara penyembelihan ternak dalam jumlah yang banyak.
Kemudian dagingnya akan dibagikan kepada rakyatnya sebagai tanda syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kesejahteraan dan kemakmuran negeri Aceh.
Tujuan lainnya, juga berdasarkan rasa terima kasih sultan pada rakyatnya karena sudah mendukung pemerintahannya.
Seiring berjalannya waktu, upacara adat meugang sudah mengakar di dalam masyarakat Aceh yang tidak mudah dihilangkan.
Upacara adat meugang juga dimasukkan ke dalam undang-undang Kesultanan Aceh dan diatur tata cara pelaksanaannya.
Tata cara pelaksanaan meugang ini dilakukan dengan mendata jumlah fakir miskin dan akan yatim piatu sekitar satu bulan sebelum hari puasa tiba.
Baca Juga: 5 Upacara Adat Maluku, Ada Tradisi Sasi hingga Makan Patita
Jika ada rakyat yang kekurangan untuk membeli hewan kurban, Kesultanan akan membantu sebagian biayanya.
Namun, setelah runtuhnya Kesultanan Aceh pada abad 20. Tidak ada lagi yang mengatur secara resmi upacara adat ini.
Akhirnya, meugang tetap dilakukan oleh masyarakat Aceh secara mandiri atau iuran, tanpa bantuan Kesultanan lagi.
Meugang Sebagai Waktu Berkumpul Bersama Keluarga
Tentunya bagi masyarakat Aceh, upacara adat meugang adalah perayaan untuk semakin mendekatkan rakyat Aceh secara kekeluargaan.
Meugang menjadi media berbagi rezeki dan ucapan syukur bagi rakyat Aceh sengan saling berbagi terhadap sesamanya.
Mereka akan saling mengunjungi saudara dan tetangga untuk berbagai hasil masakan dari daging kurban yang sudah disembelih.
Mereka juga akan menyantap bersama-sama daging kurban yang sudah dimasak di masjid bersama masyarakat lainnya.
Upacara ini tentunya sekaligus untuk menyambut bulan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha sebagai suka cita yang harus dirayakan.
Baca Juga: Upacara Adat Betawi Baritan: Sejarah, Tujuan, dan Pelaksanaan
Meugang Sebagai Warisan Budaya Nasional Dari Aceh
Selain itu, menurut Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh pada tahun 2016, upacara adat Aceh meugang ditetapkan menjadi salah satu warisan budaya takbenda Indonesia.
Pengakuan ini juga disahkan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun yang sama.
Upacara adat Aceh meugang menjadi salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal dari Aceh untuk mengingat nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam upacara adat meugang.
Nah, itulah teman-teman upacara adat meugang di Aceh sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kesejahteraan dan kemakmuran negeri Aceh.
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | bnpb.go.id,acehprov.go.id |
Penulis | : | Thea Arnaiz |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR