Malin adalah tukang kayu yang rajin. Walau kakinya pincang sebelah, dia mencari kayu bakar di hutan. Kadang ia menyabit rumput untuk makanan ternak, atau menjaga padi di sawah dari gangguan burung-burung. Ia kemudian menerima upah berupa beras.
Namun upah yang diterimanya biasanya sangat sedikit. Ada-ada saja alasan orang-orang kaya itu.
"Aku bisa saja melepas temakku di padang yang berumput subur! Tak perlu ada yang menjaga," kata pemilik ternak sambil memberi segenggam beras.
"Burung-burung itu tak akan bisa menghabiskan semua padi di sawahku! Tak ada yang menjaga juga tak apa-apa!" alasan pemilik sawah sambil memberi segenggam beras. Malin menerimanya dengan ikhlas.
Baca Juga: Dipercaya sebagai Dewa Terkuat di Lautan, Ini Silsilah Keluarga Poseidon #MendongenguntukCerdas
Siang itu Malin pulang ke gubuknya di tepi hutan besar. Hari itu Malin mendapatkan beberapa genggam beras. Perutnya sudah lapar. Tiba-tiba Malin melihat seorang tua tergeletak di pinggir jalan setapak. Malin mendekat untuk menolongnya.
"Siapakah engkau, Pak Tua?." Tanya Malin.
"Aku pengembara miskin. Aku kehabisan bekal. Berhari-hari aku tidak makan. Aku sudah mencoba memintanya pada orang-orang kaya itu. Tidak ada yang sudi memberikan makanan sisa sedikit pun," jawab pengembara tua itu lemah.
"Sudahlah Pak Tua. Aku punya sedikit beras. Mari ke gubukku," ucap Malin tulus. Kemudian tubuh Malin yang kurus itu memapah pengembara tua ke gubuknya. Langkah mereka pelan dan tertatih-tatih.
Sesampai di gubuknya, Malin memasak beras yang didapatnya hari itu.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR