Bobo.id - Baru-baru ini masyarakat sedang hangat membicarakan naiknya harga minyak goreng di pasaran.
Lalu sebenarnya apa yang menyebabkan mahalnya minyak goreng dan mengapa masih menjadi bahan perbincangan?
Diketahui, mahalnya minyak goreng sudah terjadi sejak 3 bulan terakhir.
Lonjakan ini menjadi ironi mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah.
Bahkan tercatat Indonesia jadi negara penghasil CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia.
Crude Palm Oil adalah salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dunia.
Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Minggu (9/1/2022) lalu, harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.
Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.350 per kilogramnya.
Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya.
Baca Juga: Bisa Menghemat Minyak Goreng, Ini 5 Cara Menggoreng Tanpa Minyak
Kurangnya Pasokan Crude Palm Oil
Menurut para pengusaha dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengungkapkan, kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh kurangnya pasokan minyak nabati dan minyak hewani di pasar global.
Pada 2020 terjadi penurunan produksi minyak nabati dan hewani sebanyak 266.000 ton.
Penurunan produksi masih berlanjut pada 2021.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, menyebutkan, pasokan global CPO yang menyusut tak terlepas dari situasi pandemi Covid-19, terutama di Malaysia.
Produksi Sawit di Malaysia Menyusut
Berkurangnya tenaga kerja untuk perkebunan sawit di tengah situasi pandemi Covid-19 yang banyak didatangkan dari luar Malaysia menyebabkan produksi sawit menurun.
Harga CPO di Indonesia berbasis dengan harga CPO menurut Cost, Insurance, and Freight (CIF) Rotterdam, Belanda.
Sehingga saat harga CIF Rotterdam naik, harga CPO lokal juga turut naik.
Baca Juga: Hemat Minyak di Dapur, Ini 4 Bahan yang Bisa Bantu Jernihkan Minyak Jelantah
Krisis Energi Selama Pandemi
Krisis energi di sejumlah kawasan, seperti di Uni Eropa, China, dan India, ditengarai memicu peralihan sumber energi ke minyak nabati lewat energi terbarukan.
Ketika sumber lain minyak nabati relatif lebih terbatas, CPO jadi pilihan yang tersedia dan bahkan relatif lebih murah.
Artinya, pasokan CPO untuk tujuan penggunaan konsumsi seperti minyak goreng ini pun makin menyusut pula.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, tren kenaikan harga CPO sudah terjadi sejak Mei 2020 juga disebabkan turunnya pasokan minyak sawit dunia.
Hal ini terjadi seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar.
Kebijakan Pemerintah
Pemerintah pun resmi menerapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng yakni sebesar Rp 14.000 per liter yang berlaku sejak Rabu (19/1/2022) kemarin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan minyak goreng kemasan dengan harga khusus tersebut akan disediakan sebanyak 250 juta liter per bulan selama jangka waktu 6 bulan.
Pemerintah juga akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin, minimal 1 bulan sekali, terkait dengan implementasi kebijakan ini.
Upaya menutup selisih harga tidak hanya diberikan untuk minyak goreng kemasan 1 liter saja.
Melainkan juga diberikan untuk minyak goreng dalam kemasan 2 liter, 5 liter, dan 25 liter.
Kemudian untuk pasar tradisional diberikan waktu satu minggu untuk melakukan penyesuaian.
(Penulis : Elsa Catriana)
Tonton video ini juga, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Contoh Bentuk Kesenian Tradisional di Indonesia, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | KOMPAS.com |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR