Bobo.id - Orang yang sedang atau pernah terpapar virus COVID-19 akan mengalami perubahan pada tubuh, salah satunya pada kuku.
Nail COVID atau kuku Covid adalah perubahan kuku yang terjadi beberapa hari atau minggu setelah infeksi virus Corona.
Hal ini bisa menyebabkan kuku mengalami garis beau, yang terlihat seperti lekukan atau tonjolan yang melintang di kuku secara horizontal.
Kemudian garis bulan sabit merah di atas lunula, bagian putih di dasar kuku. Serta garis mees, terlihat seperti garis-garis putih atau garis-garis yang melintang horizontal di sepanjang kuku.
Namun, baru-baru ini sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang sedang atau mengalami COVID-19 mengalami fluoresensi pada kukunya.
Mengapa Kuku Bisa Menyala?
Kuku pasien COVID yang diletakkan di bawah sinar Ultraviolet (UV) atau lampu Wood akan menyala.
Penelitian mengenai bersinarnya kuku pasien COVID-19 saat diperiksa menggunakan lampu Wood terpublikasi dalam Wiley Online Library, pada Januari 2021.
Mengapa ini bisa terjadi? Diketahui, pemeriksaan menggunakan lampu Wood bertujuan untuk meningkatkan visibilitas beberapa zat menggunakan sifat fluoresensinya.
Baca Juga: Terinfeksi COVID? Ini Imbauan Dokter untuk Pasien COVID-19 yang Isoman Agar Lekas Sembuh
Fluoresensi adalah terpancarnya sinar oleh suatu zat yang telah menyerap sinar atau radiasi elektromagnet lain.
Jadi, mineral fluoresen memancarkan cahaya tampak ketika terpapar sinar ultraviolet.
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Melek Aslan dan rekan-rekannya, fluoresensi dapat terjadi karena zat tertentu.
Contohnya seperti elastin, kolagen, atau prekursor melanin yang ditemukan secara alami di kulit manusia, atau karena faktor eksternal seperti obat-obatan.
Hasil metabolisme obat-obatan dapat menumpuk di kulit dan menyebabkan fluoresensi.
Dari hasil penelitian, yang mengalami fluoresensi kuku adalah pasien COVID-19 yang mengonsumsi obat favipiravir.
Dari lima pasien COVID-19 yang diteliti, empat di antaranya menerima pengobatan favipiravir oral dan paracetamol khusus untuk COVID-19.
Empat pasien terdeteksi mengalami fluoresensi pada kukunya, meski dalam bentuk yang berbeda-beda.
Sementara satu orang yang tidak mengonsumsi obat favipiravir tidak mengalami fluoresensi tersebut.
Baca Juga: Pandemi COVID-19 Bisa Berubah Jadi Endemi, Ini Cara Pemerintah Indonesia Mempersiapkannya
Ini menunjukkan bahwa fluoresensi pada kuku disebabkan oleh penggunaan obat favipiravir.
Namun, hingga saat ini adanya fluoresensi pada kuku karena penggunaan favipiravir belum dilaporkan.
Para ilmuwan juga masih belum bisa memastikan, apakah fluoresensi disebabkan oleh metabolit obat atau bahan-bahan khusus seperti titanium dioksida, dan oksida besi kuning dalam tablet.
Namun, para peneliti menyebutkan penggunaan obat tetap harus dalam pengawasan dokter untuk terhindar dari efek bagi organ tubuh lainnya.
Tonton video ini juga, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR