Bobo.id - Dari 1930 hingga 2006, Pluto merupakan planet kesembilan di tata surya kita.
Sekarang mungkin teman-teman telah mendengar bahwa Pluto bukan lagi sebuah planet.
Sebenarnya tidak ada yang berubah dari Pluto, tetapi yang berubah adalah definisi dari planet.
Untuk menjadi sebuah planet, objek harus memenuhi kriteria.
Lantas, apakah Pluto tidak memenuhi kriteria yang diterapkan? Yuk, kita cari tahu bersama.
1. Ukuran Pluto terlalu kecil untuk sebuah planet
Tahukah teman-teman? Ukuran Pluto sangat kecil dan berbanding jauh dengan planet-planet lainnya, lo.
Bahkan, Pluto ternyata memiliki ukuran yang lebih kecil ketimbang Bulan.
Dilansir Universe Today, diameter Pluto hanya mencapai 2.390 km.
Baca Juga: Planet Nine, Planet Dingin dan Misterius 'Tetangga' Pluto yang Dinyatakan Hilang
Angka itu adalah 70 persen Bulan atau 18 persen ukuran Bumi. Ketika kita bayangkan, memang perbandingannya cukup jauh, ya.
Kecilnya ukuran Pluto ini membuat Pluto membuat objek dengan orbit yang tidak sempurna, lo.
2. Kekuatan gravitasi Pluto yang lemah
Gravitasi jadi salah satu syarat bagi sebuah objek di alam semesta, lo.
Planet dengan massa yang lebih kecil akan memiliki gravitasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan gravitasi pada bintang dan lubang hitam.
Namun, khusus untuk Pluto, kekuatan gravitasinya memang tidak mencukupi untuk disebut planet.
Bagaimana tidak, kekuatan gravitasi pluto ini hanya sebesar 0,58, lo. Padahal angka minimal sebuah gravitasi planet saja ada di angka 3,7.
NASA mencatat, kekuatan gravitasi Pluto hanya satu per lima belas apabila dibandingkan dengan kekuatan gravitasi Bumi.
Jadi, jika berat badan kita di Bumi 75 kg, di Pluto berat badan kita menjadi 5 kg. Jadi sangat ringan, ya.
Baca Juga: Sempat Dianggap Planet Besar seperti Bumi, Ini 5 Mitos dan Fakta Pluto
Ini sebabnya Pluto dianggap sebagai dwarf planet dan bukan planet normal layaknya planet-planet lainnya.
3. Pluto tidak dapat membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya
Tahukah teman-teman? Selain harus berbentuk bulat dan mengorbit pada bintang terbesar, planet juga harus dapat membersihkan lingkungan di sekitar orbit yang dilalui, lo.
Syarat ini dinamakan "dominasi orbital", yakni sebuah kriteria khusus yang harus ada pada setiap planet di tata surya kita.
Pluto mengorbit pada sudut 17 derajat, berbeda dengan Bumi yang mengorbit pada sudut 1,5 derajat.
Kondisi Pluto ini membuat orbitnya menjadi tidak stabil.
Ketidakstabilan orbital tentu saja tidak akan mampu membersihkan lingkungan di sekitar orbit planet yang bersangkutan.
4. Jarak Pluto terlalu jauh dari Matahari
Tahukah teman-teman, jarak antara objek angkasa terhadap bintang ternyata bisa memengaruhi kondisi objek angkasa, lo.
Baca Juga: Setelah Pluto, Ilmuwan Sarankan Bulan Masuk Daftar Planet, Kenapa, ya?
Dilansir dari NASA, jarak antara Pluto dan Matahari sebesar 6 miliar kilometer.
Ini berarti jaraknya bisa mencapai 40 kali lebih jauh dibandingkan jarak Bumi dan Matahari.
Karena terlalu jauh, Pluto memiliki jenis orbital elips yang sangat renggang, lo.
Kini para ahli sepakat, Neptunus jadi planet terjauh di tata surya kita.
5. Pembentukan Pluto yang setengah matang
Pembentukan Pluto ternyata tidak sama dengan pembentukan awal planet-planet lain di tata surya kita, lo.
Pluto terbentuk dari batuan padat dan jadi yang pertama terbentuk dalam tata surya kita.
Batuan besar (cikal bakal Pluto) tadi memiliki gravitasi yang cukup untuk mengikat material seperti es dan gas sehingga dapat membentuk bulatan mirip planet.
Namun, ternyata Pluto gagal menghasilkan massa yang cukup untuk membentuk gaya gravitasi yang besar.
Dengan pembentukan "setengah matang" ini, Pluto menjadi objek paling unik di tata surya kita.
Bagaimana tidak, walau tidak sempurna, Pluto tetap berada dalam orbitnya, lo.
Itulah beberapa alasan sains di balik keputusan ilmuwan yang menyatakan bahwa Pluto bukan lagi sebuah planet.
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR