Bobo.id - Pulau Madura sering disebut sebagai Pulau Garam.
Pada tahun 2019, sebanyak 301.696 ton garam dihasilkan oleh Pulau Madura.
Pulau Madura dikenal bermusim kering lebih panjang, tidak banyak sungai dan sumber air tawar.
Suhu rata-rata Pulau Madura adalah 26,9 derajat celcius, dengan kemarau panjang antara 4 sampai 5 bulan.
Meski garam hanya dihasilkan di sepanjang pantai selatan Madura, sedikitnya sungai dan muara ini membuat kawasan selatan Pulau Madura memiliki air laut berkadar garam yang tinggi, lo.
Julukan Pulau Garam
Seringkali kita mengengar Pulau Garam. Ya, Pulau Garam jadi julukan Pulau Madura karena menjadi penghasil garam terbesar di Indonesia.
Bahkan, semua kabupaten di Pulau Madura memiliki tambak garam rakyat dengan kapasitas produksi yang cukup besar, lo.
Ada tiga daerah pembuatan garam di pulau Madura, Kabupaten Sumenep di bagian timur, kabupaten Pamekasan di bagian tengah dan kabupaten Sampan di bagian barat.
Keistimewaan ini didapat dari pekatnya air laut di perairan sungai dan muara yang memiliki kandungan mineral garam yang tinggi.
Proses pembuatan garam rakyat di Pulau Madura ini kerap disebut dengan cara 'Madurese' atau cara orang Madura.
Pembuatan garam dilakukan dengan kristalisasi air laut secara total dan garam diambil mulai dari lapisan terbawah hingga atas.
Setelah itu barulah garam bisa diolah untuk kepentingan industri dan konsumsi.
Dialek Khas
Bahasa Madura dikenal dengan dialek yang khas saat diucapkan oleh para penuturnya.
Diketahui ada dua dialek dalam Bahasa Madura, yaitu dialek Pulau Madura dan dialek Pulau Bawean.
Dialek Pulau Madura digunakan oleh masyarakat di kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Malang, Situbondo, Jember, Bondowoso, Pasuruan, dan Banyuwangi.
Sementara dialek Bawean hanya dituturkan di Pulau Bawean saja.
Baca Juga: Dari Gunakan Air Garam hingga Konsumsi Madu, Ini 5 Cara Alami Redakan Tenggorokan Gatal
Karapan Sapi
Karapan Sapi merupakan acara permainan khas masyarakat Madura yang digelar setiap tahun.
Permainan ini memanfaatkan tenaga sepasang sapi jantan untuk menarik semacam kereta dari kayu sebagai tempat joki berdiri dan mengendalikan kecepatan saat tengah beradu.
Sejarah karapan sapi berlatar belakang tanah Madura yang kurang subur sehingga banyak petani yang beralih profesi sebagai nelayan dan beternak sapi.
Salah satu versinya menceritakan sosok Pangeran Katandur atau Syeh ahmad Baidawi yang mengenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan tenaga sapi untuk membajak sawah.
Tradisi Carok
Tradisi carok merupakan budaya yang cukup menakutkan yang dilakukan oleh masyarakat Madura.
Menurut KBBI, carok berarti perkelahian dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara ksatria satu lawan satu.
Hal ini membuat pandangan menakutkan melekat kepada orang Madura selama beberapa waktu.
Baca Juga: Jangan sampai Menggumpal, Ini 5 Tips Menyimpan Garam Masala, Salah Satunya Jauhkan dari Kompor
Meski begitu, seiring masuknya pengaruh budaya dari luar dan juga akses pendidikan yang membentuk budaya baru membuat carok semakin terkikis dan hampir ditinggalkan oleh masyarakat.
Pernah Ditetapkan sebagai Negara Oleh Belanda
Selepas proklamasi kemerdekaan di tahun 1945, Belanda masih berusaha menguasai beberapa daerah termasuk Madura.
Hal ini juga membuat Madura pernah ditetapkan sebagai negara oleh Van der Plas pada 23 Januari 1948.
Tujuan Belanda mengeluarkan kebijakan tersebut adalah untuk membentuk negara yang melemahkan posisi Indonesia.
Hal ini tidak berlangsung lama karena pada 19 Maret 1950 Madura kembali bergabung dengan pemerintah Indonesia.
Nah, itulah fakta Pulau Madura sebagai pukau garam hingga Pulau Madura yang pernah ditetapkan sebagai negara. Semoga menambah wawasan teman-teman, ya.
(Penulis: Puspasari Setyaningrum)
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR