Bobo.id - Apakah teman-teman pernah berkunjung ke museum? Kalau pernah, museum apa saja yang sudah kamu kunjungi?
Biasanya masing-masing museum punya tema masing-masing yang menjadi ciri khasnya. Misalnya, museum tekstil, museum angkut, museum sumpah pemuda, dan masih banyak lagi.
Tak hanya bisa melihat karya-karya yang dipamerkan, terkadang kita juga bisa melakukan kegiatan menarik.
Seperti yang dilakukan oleh Runi saat menemani datuk pergi ke museum dalam cerpen anak hari ini.
Seperti apa kelanjutan kisahnya? Yuk, simak di sini!
Cerpen Anak: Memahat Batu
Cerita oleh: Sylvana Hamaring Toemon.
Datuk ingin berjalan-jalan ke museum. Ia meminta Pak Heru dan keluarganya untuk menemaninya.
Sayangnya, saat itu Pak Heru tidak dapat mengantarkan karena mobilnya rusak. Sementara Pak Heru dan Bu Dini ke bengkel, Rudi dan Runi menemani Datuk berjalan-jalan di museum yang isinya kebanyakan lukisan dan arca kuno.
“Lihat arca itu! Bagus sekali, ya, buatannya,” puji Datuk.
“Yang mana? Yang hitam itu?” tanya Runi.
Baca Juga: Kenapa Singa Sering disebut Raja Hutan dalam Dongeng? #MendongengUntukCerdas
Pertanyaan Runi tidak ditanggapi oleh Datuk. Datuk malah makin asyik mengamati arca-arca itu dengan sebuah kaca pembesar. Runi yang merasa diabaikan oleh Datuk segera mencari-cari Rudi yang sudah lebih dulu menghilang.
“Aku suka lukisan itu. Lihat! Keren sekali,” ujar Rudi dari kejauhan. Rudi memang pengagum lukisan. Ia juga suka melukis di waktu luangnya.
“Lukisan yang itu?” tanya Runi bingung.
Runi mengerutkan dahinya. Baginya lukisan itu hanyalah coretan warna-warni di sebuah kanvas. Hanya ukuran kanvas itu yang membuatnya istimewa. Ukurannya besar sekali. Hampir seluruh dinding tertutup hanya oleh lukisan itu. Sementara Datuk dan Rudi asyik mengamati koleksi museum, Runi menjadi bosan berada di situ.
Runi berjalan dengan cepat mengelilingi museum sampai akhirnya dia melihat pintu keluar.
Pintu itu mengarah ke sebuah halaman yang lagi-lagi berhias arca batu. Runi berjalan pelan mengitari halaman itu. Langkahnya terhenti tak jauh dari arca berbentuk sapi.
Duk! Duk! Terdengar suara pukulan. Runi berjalan pelan sambil mengendap-endap. Suara pukulan itu terhenti tepat saat langkah Runi terhenti. Orang yang sedang memukul sebongkah batu itu berhenti karena melihat Runi. Bapak itu membuka masker yang dipakainya.
“Selamat siang, apakah kamu mau mencoba membuat arca?” tanya bapak itu dengan ramah.
Runi tidak menjawab. Pelan-pelan ia melangkah mundur dengan wajah takut.
“Jangan takut. Saya Pak Bambang, pegawai di museum ini. Setiap akhir pekan di museum ini ada kegiatan. Ada membatik, melukis, mengukir kayu, dan memahat batu,” ujar bapak itu.
“Hari ini giliran memahat batu, ya?” tebak Runi.
Baca Juga: Sama-Sama Dongeng, Apa Perbedaan Legenda dan Mite? #MendongenguntukCerdas
“Benar sekali. Apakah kamu mau mencoba?” tanya Pak Bambang sambil menyodorkan pahat dan palu.
Runi segera menyambut pahat dan palu itu. Tanpa memerhatikan apa yang disampaikan Pak Bambang, Runi memukulkan palu ke pahat. Duk! Duk! Duk!
“Stop!” seru Pak Bambang tegas.
Runi menghentikan pukulannya sambil memandang Pak Bambang dengan wajah heran.
“Kita harus memakai kacamata pelindung dan masker dulu sebelum memahat batu,” ujar Pak Bambang.
“Ooo… Kacamata dan maskernya untuk memahat batu? Aku pikir itu kacamata dan masker biasa,” kata Runi sambil menggaruk kepalanya.
Setelah memakai kacamata dan masker, Runi kembali memukul-mukul pahat ke batu. Duk! Duk! Duk! Akhirnya ada bagian kecil batu itu yang tercungkil.
“Horeeee!” teriak Runi gembira.
“Runi, ada apa?” tanya Rudi yang datang sambil berlari.
“Runi? Rudi? Kalian di mana?” tanya Datuk yang berjalan tertatih-tatih dengan menggunakan tongkatnya.
“Lihat, aku bisa memahat batu,” pamer Runi sambil menunjuk cuwilan kecil di batu.
Baca Juga: Cerpen Anak: Panti Wreda #MendongenguntukCerdas
“Itu memahat? Ha ha ha ha…,” tawa Rudi meledak melihat apa yang ditunjuk Runi.
“Runi, kamu hebat, kok. Waktu seumurmu Datuk belum bisa memahat batu,” puji Datuk.
“Datuk juga bisa memahat batu?” tanya Runi.
“Iya. Datuk dulu pernah belajar memahat di sebuah desa dekat Candi Borobudur. Ternyata memahat itu tidak mudah. Sejak saat itu, Datuk menjadi pengagum ukiran di batu,” ujar Datuk.
“Pantas saja Datuk memandangi arca-arca lama sekali, sampai-sampai menggunakan kaca pembesar,” sahut Rudi.
“Runi, sebenarnya kamu mau memahat apa, sih?” tanya Datuk.
“Hmmm… Apa, ya? Aku hanya mengikuti garis-garis ini,” jawab Runi sambil menunjuk goresan kapur.
“Rencananya ini akan menjadi arca seorang putri. Yang dipahat Runi itu bagian hidungnya. Anggap saja ini lubang hidungnya,” kata Pak Bambang sambil tersenyum.
Semangat Runi makin bertambah mendengar pujian Datuk. Ia melanjutkan lagi memahat batu itu. Setelah beberapa pukulan, batu itu masih belum berwujud. Akhirnya Runi kelelahan.
Runi pun menyusul Datuk yang masih asyik mengamati arca-arca yang ada di taman. Kali ini Runi dapat menikmati keindahan arca-arca batu itu. Runi juga berubah menjadi pengagum ukiran di batu seperti Datuk.
Baca Juga: Tak Hanya Pegasus, Ini 7 Makhluk Mitologi yang Bentuknya juga Menyerupai Kuda #MendongenguntukCerdas
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR