"Kenapa Cacha tertawa?" tanya Nenek.
"Habis... habis Nenek lucu!" kataku masih tertawa. "Masak Cacha disuruh mencabuti uban Nenek?"
"lya, Cha. Nanti Nenek beri hadiah, deh!" rayu Nenek.
Wow, mataku mulai membesar. "Apa hadiahnya, Nek?" tanyaku mulai bersemangat.
"Seribu rupiah untuk setiap helai uban yang Cacha dapatkan!" jawab Nenek menggoda.
Wuih, asyik, nih! "Setuju!" teriakku sambil menempelkan jempolku ke jempol Nenek. Itu suatu tanda kalau kami punya sebuah perjanjian.
Kini, aku sedang memegang celengan kaleng bergambar Winni The Pooh kesayanganku. Air mataku menetes. Setahun yang lalu Nenek sakit parah dan harus masuk ke rumah sakit. Oh, aku terlalu sedih untuk menceritakan hal ini padamu. Ya, nenekku, Nenek Kunti, sakit parah. Kata Mama, Nenek sakit kanker. Sebenarnya, aku juga tidak terlalu mengerti tentang sakit kanker ini. Tapi, kata Mama, Nenek harus menjalani pengobatan yang disebut kemoterapi. Aku heran ketika menjenguk Nenek. Aku melihat Nenek memakai tutup kepala.
"Kenapa Nenek memakai penutup kepala?" tanyaku.
Nenek tersenyum. "Sayang, karena Nenek dikemoterapi, rambut Nenek jadi rontok. Sekarang, Nenek tak punya rambut lagi," jelas Nenek.
Astaga! Aku terkejut! Apakah harus seperti itu? Oh, aku sedih sekali mendengarnya.
"Kenapa bersedih, Cacha? Bukankah tugasmu berkurang satu? Kamu tidak perlu lagi mencabut rambut putih Nenek, kan?" canda Nenek.
Baca Juga: Hewan Mitologi Dongeng dalam Sains disebut 'Cryptid', Apa itu? #MendongenguntukCerdas
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR