Karena itu, Perang Padri terjadi sebagai perang saudara antara Suku Minang dan Suku Mandailing.
Pada tahun 1803, Perang Padri pun terjadi dengan puncaknya pada tahun 1815.
Puncak perang saudara ini terjadi dengan serangan yang dipimpin oleh Tuanku Pasaman yang memaksa masuk Kerajaan Pagaruyung hingga membuat Sultan Arifin Muningsyah melarikan diri.
Pada perang saudara itu, Kaum Padri dipimpin oleh beberapa tokoh, yaitu Tuanku Nan Renceh, Tuanku Pasaman, Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, Tuanku Lintau, Tuanku Mansiangan, Tuanku Pandai Sikek, dan Tuanku Barumun.
Delapan tokoh itu lebih dikenal dengan sebutan Harimau nan Salapan.
Lalu di mana sosok penjajah Belanda pada perang ini? Ternyata Belanda memang tidak terlibat sedari awal perang dimulai.
Namun, pada tahun 1821, Kaum Adat yang terdesak akhirnya meminta bantuan pada Pemerintahan Belanda saat itu.
Akhirnya pada tanggal 4 Maret 1822, pasukan Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel Raaf melakukan sarangan pada Kaum Padri yang menduduki Pagaruyung.
Bahkan Belanda juga membangun benteng pertahanan di Batusangkar yang diberi nama Fort Van der Capellen.
Kaum Padri yang mendapat serangan dari Belanda pun mundur ke Lintau dan mulai menyusun rencana baru untuk melakukan serangan balik.
Pada tanggal 10 Juni 1822, pasukan Belanda mulai masuk ke beberapa wilayah lain hingga di Tanjung Alam.
Baca Juga: 5 Organisasi Semimiliter Bentukan Jepang, Ada Sainendan hingga Suishintai
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR