Bobo.id - Fenomena badai biasanya terjadi ketika cuaca buruk yang ditandai dengan hujan lebat.
Jarang ada badai yang terjadi ketika cuaca panas. Namun, bukan berarti fenomena alam tersebut tidak ada di Bumi, lo.
Bersumber dari National Geographic, ada fenomena yang disebut sebagai badai musim panas.
Cuaca yang panas dan lembap dapat menciptakan kondisi pembentuk badai musim panas yang tidak terduga.
Badai adalah fenomena cuaca yang ditandai oleh kondisi atmosfer yang ekstrem, termasuk angin kencang, hujan lebat, petir, dan awan-awan yang besar dan gelap.
Umumnya, kita menemukan badai hujan yang terjadi ketika ada hujan lebat yang disertai angin kencang dan awan gelap.
Nah, kali ini Bobo akan mengajak teman-teman belajar tentang fenomena badai musim panas dari faktor pembentuknya.
Yuk, simak!
Badai di Musim Hujan
Badai sering terjadi pada musim hujan karena sejumlah faktor yang berkaitan dengan kondisi atmosfer dan cuaca yang umum terjadi selama musim hujan.
Selama musim hujan, suhu permukaan laut cenderung lebih tinggi.
Baca Juga: Selain Banyak Warna, Apa Keunikan Lain Fenomena Alam Fountain Paint Pot?
Panas ini mengakibatkan penguapan air laut yang lebih sering, membentuk awan-awan yang dapat berkembang menjadi badai.
Selain itu, musim hujan menyebabkan angin dari berbagai arah cenderung bertemu atau "berkonvergensi" di wilayah tertentu.
Konvergensi angin ini menciptakan zona konvergensi, kondisi ketika udara naik, mendingin, dan membentuk awan-awan badai.
Selama musim hujan, perbedaan tekanan udara di berbagai wilayah dapat menciptakan kondisi yang mendukung pembentukan badai.
Perbedaan tekanan ini dapat mempengaruhi arah dan kecepatan angin, serta mendorong pembentukan sistem tekanan rendah yang memicu badai.
Mengapa Ada Badai Musim Panas?
Kita telah mempelajari hubungan antara musim hujan dan terjadinya badai. Lantas, bagaimana musim panas dapat memicu badai musim panas?
Pada saat musim panas, temperatur atau suhu atmosfer menghangat sehingga menahan lebih banyak kelembapan.
Nah, kelembapan inilah yang kemudian dapat membentuk awan kumulonimbus yang tinggi.
Awan kumulonimbus yang juga dijuluki raja awan merupakan awan yang berada di ketinggian 300-1.900 meter, dengan bentuk berserat.
Awan ini juga menjadi satu-satunya jenis awan yang menghasilkan hujan es, guntur, sekaligus kilat.
Baca Juga: Mencapai Jarak 71.000 Km, Inilah Hewan dengan Migrasi Terpanjang di Dunia
Di daerah tertentu, terik sinar matahari yang memanaskan tanah dapat menaikkan udara di atasnya.
Kemudian, udara panas di atas tanah akan bertemu lapisan udara dingin yang berada di posisi lebih tinggi, sehingga menciptakan atmosfer tidak seimbang.
Nah, saat udara hangat dan lembap ini terus meningkat, awan cumulonimbus semakin tumbuh besar dan menjangkau daerah yang lebih jauh.
Tidak lama kemudian, awan cumulonimbus akan menciptakan muatan listrik, mengeluarkan sambaran petir, dan menghasilkan guntur.
Faktanya, diperkirakan ada 16 juta badai petir setiap tahun di seluruh dunia, dan sekitar 2.000 badai terjadi setiap saat, baik di musim panas atau hujan.
Menurut Matthew Elliott, seorang ahli meteorologi di National Weather Service's Storm Prediction Center, ada beberapa wilayah di Amerika Serikat yang sering mengalami badai.
Misalnya di sepanjang pesisir tengah Atlantik, Teluk Meksiko, Pegunungan Rocky, dataran tinggi California dan Colorado.
Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai dan diperiksa ulang oleh Redaksi Bobo.id.
----
Kuis! |
Apa saja tanda badai? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR