Bobo.id - Teman-teman, pernahkah kamu mendengar ada suatu wilayah perairan yang disebut Laut Mati?
Bersumber dari Encyclopaedia Britannica, Laut Mati juga disebut Laut Garam, yang sebenarnya merupakan danau yang berada di antara Israel dan Yordania.
Wilayah perairan ini terletak di antara perbukitan Yudea di sebelah barat, dan dataran tinggi Transyordania di sebelah timur.
Selama puluhan tahun, Laut Mati yang dikenal memiliki perairan asin menjadi semakin asin hingga sekarang.
Meningkatnya kadar garam di Laut Mati ini diperkirakan karena banyak garam terkumpul di dekat permukaan laut.
Bersumber dari Livescience, para ilmuwan akhirnya menemukan alasan mengapa air di Laut Mati semakin asin.
Ada fenomena aneh yang memunculkan sesuatu yang penampilannya mirip hujan salju, namun berasal dari garam di bawah permukaan Laut Mati.
Maka dari itu, para ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai 'Hujan Salju Garam'. Mengapa fenomena tersebut dapat terjadi?
Yuk, cari tahu faktanya!
Laut Mati diketahui 10 kali lebih asin daripada lautan, namun merupakan danau yang terkurung daratan dan dialiri air tawar dari Sungai Yordan.
Sejak tahun 1960-an, air sungai telah mengalir ke Laut Mati, sehingga menyebabkan air tawar cepat menguap.
Baca Juga: Meteor Terbesar yang Jatuh di Bumi, Seperti Apa Fenomena Alam Meteor Hoba Itu?
Penguapan air tawar ini kemudian meninggalkan kadar garam di permukaan Laut Mati menjadi lebih tinggi, teman-teman.
Di Laut Mati, lapisan air bagian atasnya bersuhu hangat dengan kandungan garam tinggi, sementara di lapisan dalam bersuhu dingin dengan kandungan garam rendah.
Akibat adanya peristiwa alami, garam yang berada di lapisan permukaan dapat turun ke permukaan bawah membentuk 'jari-jari'.
Dengan suhu dingin di permukaan yang lebih dalam, garam tersebut kemudian mengendap dan membentuk kristal garam.
Kristal garam tenggelam ke dasar, sehingga terbentuklah fenomena 'Hujan Salju Garam'.
Semakin hari, jumlah kristal garam ini semakin bertambah, hingga sekarang memiliki ketebalan sekitar 4 meter.
Uniknya, ketebalan kristal garam bertambah dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun.
Menurut Livescience, sejauh ini tidak ada danau asin lain di Bumi yang mengalami fenomena unik seperti di Laut Mati ini.
Seperti yang sudah dituliskan di atas, Laut Mati memiliki kadar garam yang sangat tinggi, bahkan 10 kali lebih banyak daripada air laut pada umumnya.
Akibat kondisi ini, hampir tidak ada kehidupan organisme yang dapat bertahan di dalamnya.
Tidak hanya itu, dibandingkan air permukaan lainnya, air di Laut Mati sangat kental dan memberikan daya apung yang tinggi bagi manusia.
Baca Juga: 5 Lokasi yang Memperlihatkan Fenomena Alam Gunung Pelangi, Mana Saja?
Dengan tingkat kadar garam yang ekstrem dan kurangnya organisme yang hidup di dalamnya, maka danau ini disebut Laut Mati.
Organisme seperti ikan dan tumbuhan tidak dapat hidup di Laut Mati karena kondisi air yang tidak mendukung kehidupan mereka.
Tingkat salinitasnya mencapai sekitar 34,2%, sehingga menjadikan Laut Mati sebagai salah satu lingkungan air yang paling asin di dunia.
Meski tidak ditemukan organisme hidup, di Laut Mati justru kaya akan mineral, termasuk magnesium, klorida, natrium, dan potasium.
Banyak orang menganggap lumpur dari dasar Laut Mati memiliki sifat penyembuhan dan sering menggunakannya untuk perawatan kulit dan tubuh.
Meski disebut 'laut', Laut Mati sebenarnya adalah danau dangkal dengan kedalaman maksimum sekitar 304 meter.
Namun, kedalaman dan luas permukaannya dapat berfluktuasi karena tingkat penurunan air.
Artikel ini dibuat dengan bantuan AI dan diperiksa ulang oleh Redaksi Bobo.id.
----
Kuis! |
Di mana letak Laut Mati? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Source | : | livescience |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR