Bobo.id - Pada materi PPKn kelas 10 SMA, kita akan belajar tentang sengketa batas wilayah antarnegara.
Seperti kita tahu, setiap negara pasti berbatasan wilayah dengan negara lainnya, baik darat maupun laut.
Misalnya, di wilayah darat, Indonesia berbatasan dengan negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.
Di wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, India, Timor Leste, dan Australia.
Kondisi geografis yang berbatasan langsung dengan negara lain membuat sengketa batas wilayah sering terjadi.
Sengketa batas wilayah merupakan perselisihan atas pemilikan atau kendali atas daerah antarnegara.
Jenis sengketa batas wilayah ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dan batas wilayah yang tak jelas.
Untuk menyelesaikan sengketa, cara damai dengan prinsip 'Uti Possidetis Juris' sering dilakukan. Apa itu?
Di hal. 196, ada soal: jelaskan apa yang dimaksud dengan uti possidetis juris dalam hubungannya dengan sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia!
Apakah teman-teman sudah menemukan jawabannya? Berikut ini Bobo akan berikan alternatifnya. Simak, yuk!
Jawaban:
Baca Juga: Bentuk Dukungan terhadap Penyelesaian Sengketa Batas WIlayah, Materi PPKn
Sebagai negara yang berbatasan langsung, Malaysia kerap terlibat sengketa batas wilayah dengan Indonesia.
Untuk masalah sengketa batas wilayah, kedua negara sering menyelesaikan persoalan dengan cara damai.
Dalam menyelesaikan sengketa, Indonesia dan Malaysia kerap menggunakan prinsip 'Uti Possidetis Juris'.
Artinya adalah suatu negara yang baru dapat mewarisi kekayaan dan wilayah negara penguasa sebelumnya.
Prinsip ini berfungsi untuk menjaga batas-batas negara jajahan yang muncul sebagai negara, teman-teman.
Ini bisa dipahami bahwa Indonesia mewarisi wilayah Belanda, sedangkan Malaysia mewarisi wilayah Inggris.
Hal ini biasa terjadi, telah diakui secara internasional, dan diterapkan oleh banyak negara bekas jajahan, lo.
Akhirnya, prinsip ini juga diterapkan Indonesia dan Malaysia yang sama-sama merupakan negara jajahan.
Prinsip 'Uti Possidetis Juris' ini digunakan untuk menyelesaikan kontroversi Pulau Sipadan dan Ligitan.
Pulau Sipadan dan Ligitan terletak di timur laut Pulau Kalimantan, sekitar 150 kilometer dari Pulau Tarakan.
Sengketa ini bermula dari ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh negara Belanda dan negara Inggris.
Baca Juga: Wilayah yang Menjadi Sengketa Perbatasan Negara ASEAN, Materi PPKN
Ketidakjelasan garis perbatasan itu membuat status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan pun jadi tidak jelas.
Indonesia dan Malaysia pun saling memperebutkan kepemilikan wilayah atas Pulau Sipadan dan Ligitan, lo.
Karena proses penyelesaian sengketa sulit, maka kedua negara membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.
Dasar hukum penyelesaian sengketa batas wilayah ini adalah pasal 2 ayat 3 dan pasal 3 dalam Piagam PBB.
Mahkamah Internasional akhirnya memutuskan, kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan jatuh ke Malaysia.
Hal ini didasarkan pada bukti bahwa Inggris lebih awal masuk Pulau Sipadan dan Ligitan, teman-teman.
Buktinya, Inggris sebagai penjajah Malaysia membangun mercusuar dan konservasi Penyu di sana.
Sementara itu, Belanda yang menjajah Indonesia hanya terbukti pernah singgah, tidak melakukan apa pun.
Melalui keputusan ini bisa diartikan bahwa Indonesia dan Malaysia menggunakan prinsip 'Uti Possidetis Juris'.
Pertimbangan lain bahwa Malaysia telah melakukan berbagai penguasaan terhadap kedua pulau daripada Indonesia.
Nah, itulah penjelasan tentang 'Uti Possidetis Juris' dalam penyelesaian sengketa batas wilayah. Semoga bermanfaat!
Baca Juga: Perbedaan dan Contoh Sengketa Internasional dan Sengketa Nasional, Materi PPKN
----
Kuis! |
Apa yang dimaksud dengan sengketa batas wilayah? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Source | : | Kompas.com,intisari |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR