Bobo.id - Cermin adalah salah satu benda yang sangat mudah kita temukan.
Bahkan beberapa di antara teman-teman selalu melihatnya sebelum bepergian atau keluar rumah.
Cermin menjadi bagian dari kehidupan kita yang berguna untuk memastikan penampilan selalu rapi.
Melalui cermin, kita bisa melihat bayangan atau refleksi diri sehingga membantu kita untuk merapikan diri.
Tapi tahukah teman-teman bagaimana sebuah cermin bisa ditemukan?
Sejarah Penemuan Cermin
Pada zaman dulu, orang-orang mungkin melihat bayangan diri dari air, baik di kolam, sungai, atau genangan.
Hingga akhirnya cermin ditemukan menjadi alat bantu untuk melihat bayangan diri.
Dikutip dari Kompas.com, ternyata cermin sudah ditemukan sekitar 6.000 tahun sebelum masehi (SM), lo.
Pada awalnya, bahan yang digunakan untuk membuat cermin adalah obsidian atau disebut kaca vulkanik.
Cermin dengan bahan tersebut dibuat dengan cara dipoles hingga permukaannya menjadi reflektif.
Baca Juga: 7 Fakta Unik Fenomena Alam Salar de Uyuni, Gurun Garam Terbesar di Dunia
Hal ini diketahui dengan adanya penemuan cermin dari obsidian di Turki yang umurnya sangat tua dan diprediksi ada sejak 6.ooo tahun lalu.
Cermin pun berkembang mulai dibuat dari perunggu, yang pengembangan itu dilakukan oleh bangsa Mesir Kuno.
Saat itu, cermin biasanya dibentuk bulat dengan hiasan beragam ornamen.
Uniknya, cermin penemuan Mesir Kuno ini sering dikaitkan dengan gambaran Dewa Matahari atau disebut Re.
Selain di Mesir Kuno, bangsa Mesopotamia kuno juga membuat sebuah cermin namun bahannya berbeda.
Orang-orang Mesopotamia kuno membuat cermin dari bahan logam atau batuan yang dipoles hingga mengilat.
Informasi itu didapat dari penemuan cermin dari logam atau batuan di Amerika Tengah yang diperkirakan sudah ada sejak 2.000 SM.
Di wilayah Asia Timur, cermin juga ditemukan yaitu di Tiongkok yang dibuat dari bahan timah dan tembaga.
Paduan dua bahan itu bisa menghasilkan logam spekulum yang halus dan memberikan pantulan yang indah.
Namun, saat itu cermin dari logam itu punya harga yang sangat mahal dan ukurannya sangat besar, sehingga hanya bisa dimiliki orang kaya.
Bahkan berkembang juga sebutan kalau cermin adalah benda yang sakral.
Baca Juga: Bagaimana Bayangan yang Dibentuk oleh Cermin Cembung?
Cermin Benda Sakral yang Berharga
Selama proses awal ditemukan hingga berkembang menjadi cermin sempurna seperti yang kita kenal sekarang, ada banyak sebutan untuk benda ini, lo.
Cermin pernah dianggap sebagai benda sakral, khususnya di wilayah Jepang
Di Jepang pada masa kuno, cermin dikaitkan dengan Amaterasun atau Dewi Matahari yang juga leluhur kekaisaran Jepang.
Dalam mitologi di negara itu, Amaterasun meminta cucunya untuk turun dari surga dan memerintah Jepang serta memberikan cermin suci.
Cermin suci itu disebut digunakan untuk menuju matahari suci.
Karena itu, pada abad pertengahan, cermin dianggap sebagai benda sakral di Jepang dan hanya digunakan dalam ritual atau pertunjukan kekaisaran.
Cermin ini dianggap bisa menangkal roh jahat. Bahkan saking sakral dan berharga, benda ini diempatkan di kui Shinto, lo.
Bukan hanya di Jepang, di Yunani cermin juga dianggap benda berharga karena dianggap bisa menggambarkan kehidupan seseorang kala itu.
Bahkan cermin perah atau emas dihiasi dengan permata yang membuat harga jualnya juga semakin tinggi.
Dengan sejarah yang panjang, kini cermin bisa kita temukan dengan mudah dalam beragam ukuran.
Baca Juga: Gunakan Cermin dan Ubah Cat Dinding, Ini 5 Tips Buat Kamar Tidur Terlihat Luas
Tentunya benda ini juga sudah mudah ditemukan dan dibeli bahkan bukan lagi benda sakral.
----
Kuis! |
Apa bahan untuk membuat cermin pertama? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Tomat-Tomat yang Sudah Dibeli Bobo dan Coreng Hilang! Simak Keseruannya di KiGaBo Episode 7
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR