Orang banyak mengenal balet sebagai tarian yang lekat hubungannya dengan musik, akting, dan opera. Tetapi, ternyata balet berawal sebuah panggung komedi yang dipadukan dengan adegan penuh tarian.
Ketika pemerintahan Raja Louise XIV, tepatnya tahun 1661, sebuah sekolah tari didirikan karena kecintaan Sang Raja pada seni. Namanya Royale de Danse. Tak lama setelahnya sebuah pertunjukan panggung komedi yang memiliki adegan berupa tarian-tarian ditampilkan oleh seorang bernama Jean Baptist Lully.
Kemudian Jean Baptist Lully mempelajari balet opera dan mendirikan sekolah sendiri, khusus untuk melatih para penari balet. Pada abad ke-18 tari balet mengalami perkembangan yang baik karena adanya karya milik Jean Georges Noverre di mana para penarinya mengekspresikan karakter dalam cerita.
Pada perkembangannya, balet menjadi tarian yang memiliki koreografi tersendiri sehingga bisa menyatu dengan musik dan akting.
Balet ketika masuk ke Indonesia
Ketika masa penjajahan Belanda yaitu tahun 1929, seorang balerina (sebutan untuk penari balet) terkenal datang dan melakukan pertunjukan di Batavia, Bandung, Bali, dan kota-kota di Jawa Timur serta Jawa Tengah.
Kemudian, balet mulai dirintis dengan serius oleh salah seorang warga Belanda di Indonesia. Murid-murid inilah yang kemudian mendirikan sekolah-sekolah balet pertama di Indonesia setelah Belanda keluar usai masa kemerdekaan.
Sepatu balet
Beberapa hal yang terkenal dari tari balet adalah ketika penari mengangkat kaki tinggi-tinggi, atau ketika menari dengan berumpu pada jari-jari kaki mereka. Jika dilihat sekilas, sepatu balet tampak berbahan lunak, padahal bahannya keras dan tidak diikat dengan tali biasa –melainkan dengan pita.
Selain itu, ujung sepatu balet juga memiliki konsep berbeda dengan sepatu biasa. Sepatu balet dirancang lebih rata pada bagian ujung agar membuat para balerina bisa bertumpu pada jemari kaki mereka sendiri. Sepatu balet umumnya memiliki sol yang bisa ditekuk, dipadukan dengan bahan satin, dan baru terasa elastis setelah beberapa kali digunakan.
Penulis | : | Petronela Putri |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR