Banyak anak menyenangi hari Sabtu. Sekolah usai lebih cepat, ada waktu luang di petang hari dan esoknya hari Minggu, hari libur. Banyak pula anak memiliki acara yang menyenangkan bersama keluarga pada hari Sabtu sore. Dengar saja celoteh mereka waktu istirahat pertama di sekolah.
"Oooh, aku ingin cepat-cepat pulang sekolah. Tak sabar rasanya menunggu saat berangkat ke Puncak beramai-ramai. Kalian bayangkan lima mobil beriringan. Dan nanti malam pasti acaranya seru," kata Tara.
"Kalau aku, sih, akan pergi berbelanja dengan Ibu. Masuk toko ke luar toko mencari baju tidur! Kalau sudah capek, makan bakso dan es teler!" Mia mengemukakan rencananya.
Sedangkan Yuli hanya bisa menghela napas. Justru hari Sabtu adalah hari yang paling dibencinya. Mau tak mau ia harus ikut Ayah, Ibu, kakaknya Ella, dan adiknya Anto ke Sports Club. Apalagi hari ini Ella akan bertanding bulutangkis. Minggu depan Anto akan ikut lomba renang. Dan sesungguhnya Yuli tak berminat. Badannya yang kurus kecil tidak menunjangnya jadi pemain bulutangkis. Lain dengan Ella yang bertubuh tegap, kokoh walaupun ia anak perempuan. Dan Yuli juga tidak berprestasi di kolam renang. Paling sekedar bermain air menghabiskan waktu.
Kadang-kadang Yuli ingin di rumah saja. Tapi, ia tak berani mengemukakan keinginannya. Kalau diam di rumah, ia bisa menjahit baju boneka. Dua minggu lagi di sekolah diadakan bazar. Yuli ikut lomba menghias boneka. Bonekanya sudah diberikan. Yuli akan membuatkan baju rok hitam dengan bis merah, hijau, blus putih, dan celemek kuning bersulamkan bunga-bunga kecil. Rambut boneka itu akan dikepang dua. Yuli bisa membayangkan betapa cantiknya boneka itu kelak.
Demikianlah sore ini, keluarga Kusnadi pergi ke gelanggang olahraga termasuk Yuli. Cukup ramai orang di sana. Ibu dan Ayah segera terlibat dalam percakapan yang akrab dengan kawan-kawan mereka. Ella siap-siap bertanding dan bergabung dengan kawan-kawan serta pelatihnya. Anto dan Yuli duduk saja menunggu acara dimulai. Hari ini Anto tidak berenang karena akan menonton dan memberi semangat pada kakaknya yang bertanding.
Ketika diumumkan bahwa pertandingan partai tunggal antara Ella Kusnadi dan Rini Kusmanto akan dimulai, wajah Ayah dan Ibu tegang bercampur gembira.
Pertandingan berjalan seru, tapi Yuli merasa bosan melihatnya. Tidak ada yang menarik menurut pendapatnya. Cuma bola dari bulu angsa yang melayang kian kemari dan Ella dan Rini yang bergerak mengejar bola dan melambungkannya.
Menjelang akhir pertandingan yang tampaknya sudah pasti akan dimenangkan oleh Ella, Ibu berkata, "Sebentar lagi kakakmu selesai. Pasti ia lelah dan haus. Coba kamu belikan hamburger enam buah dan 6 botol air mineral. Airnya minta yang dingin!"
Yuli bangkit berdiri dan menerima uang. la berjalan ke luar dari kerumunan penonton. Rasanya senang juga melihat rumput dan tanaman hijau berbunga yang terpelihara dengan baik. la tahu kantin ada di dekat kolam renang.
Setelah memesan hamburger, Yuli duduk di bangku. la melihat langit biru cerah, beberapa anak sedang berenang dengan orang tua mereka dan beberapa orang lalu lalang. Yuli memikirkan kawan-kawannya yang sedang bersenang-senang, sementara ia sendiri tidak menikmati petang hari yang indah itu. la ada di sana hanya sekedar mengikuti kehendak orang tua.
Seorang oma mendekati gerobak hamburger dan memesan. Tampaknya oma ini tidak berolahraga walaupun ia berada di Sports Club, la seperti oma-oma biasa, memakai rok dan membawa tas besar. Si Oma duduk dekat Yuli.
"Anak beli hamburger juga?" tanyanya.
Yuli tersentak dari lamunannya. Mereka berkenalan. Yuli mendapat kartu nama Oma Nani. Ia tinggal tak jauh dari rumah Yuli, teapi tak saling kenal. Ya begitulah, masing-masing tinggal di jalan raya dan sibuk dengan urusan sendiri-sendiri.
"Yuli suka olahraga apa?" tanya Oma Nani.
"Kadang-kadang ikut berenang. Tapi sebetulnya saya tidak begitu suka berenang! Cuma karena Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik suka berolahraga. Jadi tiap Sabtu saya datang ke sini!" jawab Yuli.
"Saya juga tidak suka olahraga!" kata Oma Nani.
Jawaban itu sangat mengejutkan Yuli.
"Jadi mengapa Oma Nani ada di sini?" tanya Yuli heran.
Oma Nani tertawa. Walaupun usianya sudah lima puluhan dan ada kerut merut di wajahnya, tawanya masih manis. Benar-benar orang tua yang berbahagia.
"Seorang kawanku sangat bangga akan cucunya yang pandai bermain bulutangkis. Itu, Io, Rini Kusmanto. Jadi ia mengundangku untuk menonton. Nah, untuk menghormati kawan, Oma Nani datang ke sini. Tak apalah sekali-sekali!" Oma Nani menjelaskan.
Yuli senyum kecut. Ya, sekali-sekali, sih, tak apa-apa. Tapi, kalau tiap minggu berada di ternpat yang kita tidak sukai, wah sengsara juga, ya.
"Jadi minggu depan Oma tidak ke sini lagi?" tanya Yuli menegaskan.
“Tidak, banyak hal menarik yang akan Oma lakukan. Oma lihat Yuli bosan berada di sini. Bagaimana kalau Sabtu depan ke rumah Oma? Kita akan bercakap-cakap dan melakukan hal-hal yang menarik. Tahu, kan, rumah Oma? Itu, Io, yang kecil yang ada kotak posnya warna-warni!" ajak Oma Nani.
"Baiklah, senang sekali!" kata Yuli. Tapi tiba-tiba Yuli teringat sesuatu dan menambahkan, "Mungkin tak diizinkan oleh Ibu."
“Belum coba, kok, sudah putus asa? Coba saja tanya dulu. Kemukakan alasan yang kuat!" kata Oma Nani.
"Ya, lihat bagaimana nanti saja ya, Oma!" kata Yuli.
Hamburger yang sudah dipesannya sudah siap. Yuli pamit dan dengan membawa bungkusan ia menjumpai keluarganya. Setelah makan mereka pulang.
"Bagus, Ella sudah berhasil melewati babak penyisihan. Tinggal maju lagi ke babak final. Mudah-mudahan minggu depan Anto juga menang!" kata Ibu, ketika mereka sudah di dalam mobil. "Seharusnya Yuli berusaha lebih keras supaya layak diikutsertakan dalam lomba."
Yuli diam saja. Hatinya menjerit, "Aku tak suka berenang, tak suka bulutangkis, tak suka olahraga lainnya. Aku suka menjahit dan membuat prakarya!"
****
Apa yang terjadi kemudian? Bagaimana reaksi Ibu ketika Yuli menyatakan tak ingin ikut ke gelanggang olahraga Sabtu depan? Pengalaman baru apa yang dijumpai Yuli? Mengapa kita harus berani menyatakan keinginan kita pada orang tua?
Bersambung
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR